Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Rabu, 29 Mei 2024

Balada Al-Mumtaz - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)



Proses kreatif tak terbatas. Demikian sering saya kemukakan di forum literasi. Saya bermaksud kepada teman-teman literat, dan juga terutama teman-teman yang baru masuk di kancah literasi untuk selalu produktif dalam menulis. Saya hanya bisa memberi contoh. Tidak banyak teori yang bisa saya kemukakan.

Seorang teman literasi, tepatnya #Ustadzah_Sulihati memberikan julukan kepada #Guru_Galib sebagai Al-Mumtaz. Beliau memandang bahwa ada sesuatu yang luar biasa yang lagi dilakukan Guru Galib terkait literasi. Sepanjang yang beliau ketahui tentang kiprah Guru Galib, yaitu penulis puisi, penulis esai, editor, suka mempelajari tahsin dan ngaji nahwu sharaf. Beliau menilai tentu pemahaman Guru Galib tidak asal-asalan.

Berawal dari gambaran tersebut di atas, saya tertarik untuk mengabadikan kiprah Guru Galib dalam berliterasi, dan atas julukan yang diberikan Ustadzah Sulihati kepada Guru Galib, saya pun terinspirasi untuk memberi judul puisi saya, yaitu “Al-Mumtaz”.

Lalu bagaimana “menangkap” larik-larik pengisi puisi? Seperti biasanya saya perlu menyimak satu lagu, barangkali bisa dengan lancar saya bisa menyelesaikannya. Ternyata dengan cara ini, alhamdulillah, saya bisa merampungkannya. Saya menyimak lagu pada tautan video https://www.youtube.com/watch?v=LTsV6_DON_E (Ebiet G Ade - Dia Lelaki Ilham Dari Sorga). Lagu ini sering saya simak dan saya tidak bosan-bosan menyimaknya secara berkala.

Dia Lelaki Ilham dari Sorga

Al-Mumtaz

Artis Ebiet G. Ade

Puisi Kusfandiari MM Abu Nidhat

 

 

Dia yang berjalan melintasi malam

Kau yang kemarin merasa kurang

Adalah dia yang kemarin dan hari ini

Ada yang mesti kau perbaiki di hari ini

Akan selalu menjadi ribuan cerita

Menebus sesal yang berkepanjangan

Karena dia telah menempuh semua perjalanan

Mumpung masih ada waktu mengisi hari-hari

 

 

Dia berjalan dengan kakinya

Kau perbaiki bagian purwa

Dia berjalan dengan tangannya

Kau perbaiki bagian madya

Dia berjalan dengan kepalanya

Kau perbaiki bagian wusana

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih banyak berjalan dengan pikirannya

Kau selalu ingin hasil akhir tampak paripurna

 

 

Dia jelajahi jagat raya ini.

Pikiranmu makin liar tak terbendung

Dengan telanjang kaki dan tubuh penuh daki

Ada saja yang mesti kau telusuri setiap saat

Meskipun ia lebih lapar dari siapa pun

dalam diam kau sampai di pelosok tautan

Meskipun ia lebih sakit dari siapa pun

Kau jelajahi dengan pemahaman yang dalam

 

 

Ia menempuh lebih jauh dari siapa pun

Kau tak ingin ketinggalan dalam sedetik pun

Meskipun ia lebih miskin dari siapa pun

Meski generasi di belakangmu gegap gempita

Meskipun ia lebih nista dari siapa pun

Menguasai segala ragam kecerdasan buatan

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih tegak perkasa dari siapa pun

Kau jauh lebih piawai mengolah beragam literasi

 

 

Batu-batu seperti menyingkir

Tak gentar ada gelombang pasang virtual

Sebelum ia datang, sebelum ia lewat

Tak surut menghadapi badai disrupsi

Semak-semak seperti menguak

Bersama teman-teman literasi lokal

Sebelum ia injak, sebelum ia menyeberang

Menggalang mewujudkan ragam genre

 

 

Ia berjalan dengan matanya

Kau melihat dengan mata hati

Ia berjalan dengan perutnya

Kau mendengar dengan telinga hati

Dia berjalan dengan punggungnya

Kau berbicara dengan segenap intuisi

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih banyak berjalan dengan pikirannya

Kau semakin banyak bersyukur atas karunia Ilahi

 

 

Gadis-gadis selalu menyapa

Banyak sudut pandang yang mengemuka

Karena dia tampan meskipun penuh luka

Kau masih bisa menemukan yang baru

Kata-katanya tak bisa dimengerti

Diksimu tak pernah mudah dipahami

Tetapi selalu saja akhirnya terbukti

Teramat jauh dari ranah keterbacaan

 

 

Ia lelaki gagah perkasa

Kau hadir dalam ragam diskusi

Ia lelaki ilham dari sorga

Jadi saksi bisu perdebatan tak berujung

Ia lelaki yang selalu berkata

Bahkan hasil akhir tanpa kesimpulan

"Bahwa kita pasti akan kembali lagi kepada-Nya"

Nyatanya kau temukan hikmah meski kecil sekalipun

 

 

Du-du-du

Pangkur-Ngawi, 26 Mei 2024 M / 18 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 05.24 WIB

Du-du-du

 

Du-du-du

 

 

 


Catatan : esai ini tidak mudah dipahami. Agar dengan cepat mudah dipahami, silakan teman-teman berkonsultasi dengan penulis dalam setiap kesempatan. Dibaca kemudian dipahami saja tidak cukup. Artinya memang harus dipraktikkan.

Menutup esai saya kali ini bahwa puisi saya tersebut bisa saya selesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Apakah puisi saya “Al-Mumtaz” ini berkategori plagiarisme dari lirik lagu “Dia Lelaki Ilham dari Sorga” karya Ebiet G. Ade. Terserah penilaian Anda, namun saya punya pleidoi dan testimoni bahwa substansi keduanya berbeda. Terlebih lagi apabila puisi “Al-Mumtaz” dibaca dan diiringi dengan musik yang sama sekali berbeda.

Meskipun demikian, puisi “Al-Mumtaz” bisa dibaca di atas panggung dan diiringi aransemen musik karaoke “Dia Lelaki Ilham dari Sorga” karya Ebiet G. Ade dalam acara yang bernuansa Islami atau yang mendukung era literasi, antusias dalam menulis puisi bagi generasi muda.

Semoga esai ini menginspirasi teman-teman Ustadz/Ustadzah lembaga pendidikan Muhammadiyah pada umumnya, khususnya yang berkenan menekuni proses kreatif menulis puisi dan musikalisasi puisi.

Nashrun min Allaah wa fathun qariib.

Pangkur-Ngawi, 26 Mei 2024 M / 18 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 05.40 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

0 comments:

Posting Komentar