Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Minggu, 02 Juni 2024

Silogisme Hipotetik Imam Al Ghazali dan Ibn Qayyim al-Jawziyyah - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Definisi Silogisme

Secara sederhana, silogisme itu proses berpikir logis. Terdapat 3 bagian dalam proses berpikir logis itu, yaitu premis-premis, pangkal tolak penalaran, dan perumusan hubungan (penarikan simpulan). Dengan kata lain, silogisme adalah penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif berdasarkan pernyataan atau premis-premis majemuk yang diberikan.

Salah satu macam silogisme, yaitu silogisme hipotetik. Silogisme hipotetik adalah silogisme yang mengandung pernyataan bersyarat untuk memenuhi suatu kondisi. Premis mayor silogisme hipotetik berupa implikasi atau pernyataan bersyarat yang ditandai dengan kata “jika” dan “maka”. Silogisme hipotetik menyimpulkan apakah suatu kondisi terpenuhi syaratnya atau tidak. Rumus silogisme hipotetik adalah: Premis mayor: p→q Premis minor: p Simpulan: q Ada empat macam tipe silogisme hipotetik:

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Contoh:
Premis 1 : Jika hujan, saya naik mobil
Premis 2 : Sekarang hujan
Simpulan : Jadi saya naik mobil

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Bila hujan, tanah akan basah
Premis 2 : Sekarang tanah basah
Simpulan : Jadi hujan telah turun

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Contoh:
Premis 1 : Jika harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok akan naik
Premis 2 : Harga BBM tidak naik
Simpulan : Jadi harga kebutuhan pokok tidak akan naik

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Bila mahasiswa melakukan demonstrasi, pemerintah akan gelisah
Premis 2 : Pemerintah tidak gelisah
Simpulan : Jadi mahasiswa tidak melakukan demonstrasi

Contoh silogisme hipotetik Premis mayor: Jika sepatuku masih basah, aku akan pergi menggunakan sandal. Premis minor: Aku pergi menggunakan sandal. Simpulan: Sepatuku masih basah.

Definisi Bahagia Menurut Imam Al-Ghazali dan Ibn Al-Qayyim

Kebahagiaan merupakan tujuan akhir manusia dalam hidupnya, namun konsep kebahagiaan yang sebenarnya telah menjadi perdebatan di antara para filsuf, termasuk di dalamnya para pemikir Islam.

Dalam perspektif Islam, kebahagiaan tidak hanya sekadar memperoleh kepuasan duniawi, namun juga merupakan upaya memperoleh keridhaan Allah. Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim, dua tokoh Islam terkemuka, mengajarkan konsep kebahagiaan yang mendalam dan kompleks.

Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali, seorang ulama Muslim abad ke-11, dikenal sebagai salah satu pemikir Islam terbesar di dunia. Ia menulis beberapa karya penting yang banyak dibaca dan dipelajari hingga saat ini, di antaranya "Ihya Ulumuddin" dan "Kimiyah Sa'adah".

Dalam karyanya, Al-Ghazali menyatakan bahwa bahagia sejati tidak hanya terletak pada kesenangan materi atau kenikmatan duniawi, namun juga terletak pada kesadaran spiritual.

Menurut Al-Ghazali, kesadaran tersebut dapat diperoleh melalui kepatuhan terhadap ajaran agama, memperbanyak amal kebajikan, dan menghindari perilaku buruk.

Dalam "Kimiyah Sa'adah", Al-Ghazali menulis, "Kebahagiaan sejati adalah meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia, dan kesadaran tersebut hanya bisa diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual."

Empat Macam Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali :

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia, saya merasa bahagia
Premis 2 : Sekarang saya bisa meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia
Simpulan : Jadi saya merasa bahagia

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Sekarang saya meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Saya tidak meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Jika saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya tidak bahagia
Premis 2 : Saya tidak bahagia
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah

Ibn Qayyim al-Jawziyyah, seorang ulama Muslim abad ke-13, juga dikenal sebagai salah satu pemikir Islam terbesar di dunia. Ia menulis beberapa karya penting seperti "Madarijus Salikin" dan "Zadul Ma'ad".

Ibn Qayyim menyatakan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai melalui materi atau kenikmatan duniawi semata, namun terletak pada hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia. Ia menyatakan, "Kebahagiaan sejati adalah keadaan jiwa yang merasakan kedekatan dengan Allah, dan keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa."

Ibn Qayyim juga menekankan pentingnya kehidupan dalam kesederhanaan dan keseimbangan, serta menekankan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa diperoleh dengan mengikuti ajaran agama secara tulus dan ikhlas.

Empat Macam Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa meraih kedekatan dengan Allah, saya merasa bahagia
Premis 2 : Sekarang saya bisa meraih kedekatan dengan Allah
Simpulan : Jadi saya merasa bahagia

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Sekarang saya meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Saya tidak meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya tidak bahagia
Premis 2 : Saya tidak bahagia
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

Dengan memperhatikan penjelasan tersebut di atas, kita dapat menandai dengan tanda [x] atau [v] pada bagian yang kita nyatakan sebagai capaian pada hari ini. Silakan Anda menandai sesuai dengan capaian secara jujur dan terbuka! Satu tanda [x] atau [v] untuk Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali dan satu tanda [x] atau [v] untuk Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah.

Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Pandangan Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim tentang kebahagiaan memiliki implikasi besar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua tokoh ini menekankan pentingnya menjaga kesimbangan antara kebutuhan jasmani dan spiritual dalam hidup. Ini berarti bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dicapai hanya dengan mengejar kebahagiaan duniawi semata, melainkan juga harus mencari kebahagiaan yang berasal dari hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia.

Oleh karena itu, untuk mencapai kebahagiaan sejati, kita perlu terus memperbanyak amal kebajikan, mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan menghindari perilaku buruk.

Firman Allah dalam QS Al-Qashash 28:77
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ۝٧٧


wabtaghi fîmâ âtâkallâhud-dâral-âkhirata wa lâ tansa nashîbaka minad-dun-yâ wa aḫsing kamâ aḫsanallâhu ilaika wa lâ tabghil-fasâda fil-ardl, innallâha lâ yuḫibbul-mufsidîn

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Pengingat

Dalam perspektif Islam, kebahagiaan bukanlah sekadar memperoleh kepuasan duniawi semata, namun juga merupakan upaya memperoleh keridhaan Allah. Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim mengajarkan definisi kebahagiaan yang mendalam dan kompleks, yang tidak hanya terletak pada kesenangan materi atau kenikmatan duniawi, melainkan juga terletak pada kesadaran spiritual dan hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu terus mempraktikkan nilai-nilai Islam dan menghindari perilaku buruk untuk mencapai kebahagiaan sejati. Mengejar dunia sebagai tujuan akan sangat merugikan, kita dianjurkan mengejar akhirat sebagai tujuan akhir. Kejarlah akhirat, maka dunia akan kau genggam dengan mudah. Segala urusan dunia akan dimudahkan oleh Allah ketika tujuan kita untuk mengejar akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan cerai beraikan urusannya, lalu Allah akan jadikan kefakiran selalu menghantuinya, dan rezeki duniawi tak akan datang kepadanya kecuali hanya sesuai yang telah ditakdirkan saja. Sedangkan, barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai puncak cita-citanya, maka Allah akan ringankan urusannya, lalu Allah isi hatinya dengan kecukupan, dan rezeki duniawi mendatanginya padahal ia tak minta”. (Hadits Riwayat Baihaqi dan Ibnu Hibban)

https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/04/115916169/silogisme-kategorik-silogisme-hipotetik-dan-silogisme-alternatif.
https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230926130934-561-1003860/kumpulan-contoh-soal-silogisme-skd-cpns-dan-jawaban.
https://www.kompasiana.com/jaenalmuttaqin/6420004d08a8b5782f3e7eb2/definisi-bahagia-menurut-imam-al-ghazali-dan-ibn-al-qayyim?page=all#section1

Pangkur-Ngawi, 01 Juni 2024 M / 24 Dzulqa’idah 1445 H pukul 13.30 WIB
*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

0 comments:

Posting Komentar