Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Sejarah Singkat Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, ...

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI

Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, ....

Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Ngawi Ikuti Rakerwil di PWM Jawa Timur

Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ngawi mengikuti Rapat Kerja Wilayah (rakerwil),...

Dikdasmen PNF PDM Ngawi Adakan O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah)

O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah) tingkat Kabupaten pada tanggal 26 - 28 Februari 2024....

Pengukuhan PDPM Kabupaten Ngawi Periode 2023-2027

Proses pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Ngawi Dr. Dwi Rianto Jatmiko, MH, M.Si, unsur Forum Pimpinan Daerah, PWPM Jawa Timur,....

Tampilkan postingan dengan label Pustaka. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pustaka. Tampilkan semua postingan

Senin, 01 April 2024

Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’



Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’

Disusun Oleh :
Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY

Baca : Full PDF




Dalam upaya merespon tuntutan umat dan sekaligus menjawab berbagai problem sosial keagamaan khususnya bagi warga persyarikatan Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terus berupaya secara maksimal untuk menelaah, membahas dan memberikan kepastian hukum pada berbagai kasus yang terjadi di tengah masyarakat (baik persoalan aqidah, akhlak, ibadah maupun mu’amalah) melalui kajian, seminar, muzakarah dan Musyawarah Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.

Sampai saat ini, Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah telah menyelenggarakan Musyawarah Tarjih sebanyak tiga kali dan menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya putusan Musyawarah Tarjih ke-1 telah diterbitkan bekerjasama dengan Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY. Dan sedangkan putusan musyawarah Tarjih ke-2 dan ke-3 menghasilkan berbagai putusan mengenai berbagai masalah diataranya : Antara Risywah dan Hadiah, Perdukunan Digital, Jihad dan Terorisme, Hadlonah dalam Islam, Haid dan Nifas, Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’, Tuntunan Thaharah, Tuntunan Walimah, Tuntunan Aqiqah, Khitan dalam Islam, Khutbah Jum’at, dan Perawatan Jenazah.
Share:

Rabu, 28 Februari 2024

E-Book : Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan



Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan

Disusun Oleh :
Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Baca : Full PDF




Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan

Disusun Oleh :
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Percetakan :
GRAMASURYA
Jl. Pendidikan No.88 Sonosewu Yogyakarta 55182, Telp. 0274-377102, 0878 3878 6366, 0812 2978 2364 Fax. 0274-413364 e-mail : gramasurya@gmail.com

Desain sampul :
Bayu gs

Tata letak isi :
Arifin Zaein.

Cetakan Pertama, Agustus 2010
Cetakan Kedua, Juli 2011
Cetakan Ketiga, Juni 2013
Cetakan Keempat, Juni 2014
Cetakan Kelima, Juni 2015
Share:

Minggu, 25 Februari 2024

E-BOOK : Fikih Empat Madzhab Jilid 1



JUDUL    : Fikih Empat Madzhab Jilid 1
PENULIS  : Syaikh Abdurrahman Al-Juzair
ISBN     : 978-979-592-7 17 - 4
PENERBIT : PUSTAKA AL-KAUTSAR
Baca     : PDF Full


Buku "Fikih Empat Madzhab" ini, adalah salah satu buku fikih dalam empat mazhab Ahlus sunnah wal jamaah yaitu, Hanafi, Asy-Syaf i, Maliki, dan Hambali yang ditulis oleh seorang ulama fikih terkemuka, Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi. Beliau menghadirkan beragam masalah fikih lalu menguraikannya berdasarkan pandangan masing-masing madzhab seputar masalah tersebut. Salah satu tujuan penulisan buku ini, seperti yang dikemukakan oleh beliau sendiri adalah untuk memudahkan belajar fikih.

Al-Juzairi memiliki nama lengkap Abdurrahman bin Muhammad lwadh AlJuzairi. Beliau dilahirkan di Shandawil, Mesir, tahun 1299 H atau 1882 M, Beliau mendalami fikih semenjak kanak-kanak dan menyelesaikan studi di Al-Azhar. Pernah menjadi guru besar di Ushuludin dan menjadi salah satu anggota Haihti Kibaril Ulama. Beliau meninggal di kota Helwan tahun 1359 H - 1941 M. Puluhan buku sudah beliau tulis dan buku yang sedang Anda pegang ini adalah salah satunya.
Share:

E-BOOK : Fikih Empat Madzhab Jilid 2



JUDUL    : Fikih Empat Madzhab Jilid 2
PENULIS  : Syaikh Abdurrahman Al-Juzair
ISBN     : 978-979-592-718-1
PENERBIT : PUSTAKA AL-KAUTSAR
Baca     : PDF Full


Buku "Fikih Empat Madzhab" ini, adalah salah satu buku fikih dalam empat mazhab Ahlus sunnah wal jamaah yaitu, Hanafi, Asy-Syaf i, Maliki, dan Hambali yang ditulis oleh seorang ulama fikih terkemuka, Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi. Beliau menghadirkan beragam masalah fikih lalu menguraikannya berdasarkan pandangan masing-masing madzhab seputar masalah tersebut. Salah satu tujuan penulisan buku ini, seperti yang dikemukakan oleh beliau sendiri adalah untuk memudahkan belajar fikih.

Al-Juzairi memiliki nama lengkap Abdurrahman bin Muhammad lwadh AlJuzairi. Beliau dilahirkan di Shandawil, Mesir, tahun 1299 H atau 1882 M, Beliau mendalami fikih semenjak kanak-kanak dan menyelesaikan studi di Al-Azhar. Pernah menjadi guru besar di Ushuludin dan menjadi salah satu anggota Haihti Kibaril Ulama. Beliau meninggal di kota Helwan tahun 1359 H - 1941 M. Puluhan buku sudah beliau tulis dan buku yang sedang Anda pegang ini adalah salah satunya.
Share:

Sabtu, 17 Februari 2024

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-8



JUDUL    : Tanya Jawab Agama Jilid 8
PENULIS  : MTT PP Muhammadiyah
TEBAL    : ...
UKURAN   : 14 x 21 cm
Baca     : PDF Full
Buku kumpulan tanya jawab ini merupakan himpunan dari ratusan pertanyaan yang diajukan warga dari berbagai penjuru Indonesia. Pertanyaan sekaligus jawaban yang direspons dari Majelis Tarjih dan Tajdid ini meliputi tema, seperti tata cara peribadatan, adab shalat, doa, dll

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-7



JUDUL    : Tanya Jawab Agama Jilid 7
PENULIS  : MTT PP Muhammadiyah
TEBAL    : ...
UKURAN   : 14 x 21 cm
Baca     : PDF Full
Buku kumpulan tanya jawab ini merupakan himpunan dari ratusan pertanyaan yang diajukan warga dari berbagai penjuru Indonesia. Pertanyaan sekaligus jawaban yang direspons dari Majelis Tarjih dan Tajdid ini meliputi tema, seperti tata cara peribadatan, adab shalat, doa, dll

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-6



JUDUL    : Tanya Jawab Agama Jilid 6
PENULIS  : MTT PP Muhammadiyah
TEBAL    : ...
UKURAN   : 14 x 21 cm
Baca     : PDF Full
Buku kumpulan tanya jawab ini merupakan himpunan dari ratusan pertanyaan yang diajukan warga dari berbagai penjuru Indonesia. Pertanyaan sekaligus jawaban yang direspons dari Majelis Tarjih dan Tajdid ini meliputi tema, seperti tata cara peribadatan, adab shalat, doa, dll

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-5



JUDUL    : Tanya Jawab Agama Jilid 5
PENULIS  : MTT PP Muhammadiyah
TEBAL    : ...
UKURAN   : 14 x 21 cm
Baca     : PDF Full
Buku Tanya Jawab Agama 5 ini merupakan rangkaian kumpulan dari pertanyaan yang diajukan warga masyarakat dari berbagai pelosok negeri berkenaan dengan berbagai masalah agama, yang diajukan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih. Jawaban dilengkapi dengan penjelasan dan dalil yang merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah serta ijma para ulama.

Share:

Kamis, 08 Februari 2024

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-4



JUDUL    : Tanya Jawab Agama Jilid 4
PENULIS  : MTT PP Muhammadiyah
TEBAL    : xvi + 287 hlm
UKURAN   : 14 x 21 cm
ISBN     : 978-602-9417-07-4
Buku kumpulan tanya jawab ini merupakan himpunan dari ratusan pertanyaan yang diajukan warga dari berbagai penjuru Indonesia. Pertanyaan sekaligus jawaban yang direspons dari Majelis Tarjih dan Tajdid ini meliputi tema, seperti azan, hadas, dll

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-3



   Judul  : Tanya Jawab Agama Jilid-3
   Tebal  : 214l0 halaman
   Ukuran : 14 x 21
Buku Tanya Jawab Agama 3 ini merupakan rangkaian kumpulan dari pertanyaan yang diajukan warga masyarakat dari berbagai pelosok negeri berkenaan dengan berbagai masalah agama, yang diajukan kepada PP Muhammadiyah Majelis Tarjih. Jawaban dilengkapi dengan penjelasan dan dalil yang merujuk pada al-Quran dan as-Sunnah serta ijma para ulama.

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-2



  JUDUL      : Tanya Jawab Agama jilid 2
  PENULIS    : MTT PP Muhammadiyah
  TEBAL      : xv + 219 hlm
  UKURAN     : 14 x 21 cm
  ISBN       : 978-602-9417-05-3
Buku kumpulan tanya jawab ini merupakan himpunan dari ratusan pertanyaan yang diajukan warga dari berbagai penjuru Indonesia. Pertanyaan sekaligus jawaban yang direspons dari Majelis Tarjih dan Tajdid ini meliputi berbagai tema, seperti alam kubur, zakat, jenazah, ekonomi-perdagangan, dll

Share:

EBOOK FATWA TARJIH TJA JILID-1



Suara Muhammadiyah
  JUDUL   : Tanya Jawab Agama Jilid 1
  PENULIS : MTT PP Muhammadiyah
  TEBAL   : xii + 180 hlm
  UKURAN  : 14 x 21 cm
  ISBN    : 978-602-6268-32-7
Buku ini menyajikan tema-tema yang lebih populis dan lebih akrab di kalangan kaum muda. Beberapa pembahasan seputar akhlak, munakahat dan keluarga, kesehatan dan kesenian, serta ekonomi dan keuangan.

Share:

Rabu, 07 Februari 2024

Tanya Jawab Agama Program Baitul Arqam mahasiswa UMS


Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan banyak limpahan rizki kepada kita. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah dan terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga, sahabat, tabiin dan umatnya sampai akhir zaman.

Berikut ini buku "Tanya Jawab Agama" Program Baitul Arqam mahasiswa UMS :

Buku Tanya Jawab Agama ini disusun untuk dijadikan pedoman bagi pengelola, fasilitator, Imam dan co. Imam Training dalam proses pelaksanaan Baitul Arqam menuju tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya buku ini diharapkan fasilitator dapat menjawab permasalahan-permasalahan agama yang dilontarakan mahasiswa ketika proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan manhaj Muhammadiyah
Share:

PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH


Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

berikut ini dokumen PDF Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Selamat membaca:



Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan yang baik).

Sumber:
http://m.muhammadiyah.or.id/muhfile/download/pedoman_hidup_islami/PEDOMAN_KEHIDUPAN_ISLAMI_WARGA_MUHAMMADIYAH.pdf
Share:

Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah


(Dengan nama Allah, Maha Penyayang, Maha Pengasih)


Tiada tuhan selain Allah sendiri, tiada bersekutu dan dengan-Nyalah adanya daya-kekuatan. Segala puji untuk Allah yang menciptakan semua ‘alam dan yang mengembalikan ruh kepada jasadnya di hari Kiamat. Rahmat dan Salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad s.a.w. penutup para Nabi dan seutama-utamanya Utusan, serta pada sekalian keluarganya.

Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP.

Berikut ini dokumen PDFnya, Selamat membaca :


Sumber:
https://lppik.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/3/2017/11/hpt_muhammadiyah.pdf
Share:

Selasa, 23 Januari 2024

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI II MILAD 109 DAN 96 DI NGAWI



Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, dimana saat itu pada tanggal 6/7 Agustus 1925 di rumah mas Prawirodihardjo seorang Hoofmandoer Hospitaal di kampung ketanggi Kota Ngawi. Selang beberapa tahun kemudian pada 1934 sampai 1950, Muhammadiyah di Ngawi sudah memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting. Pengembangan terus berjalan dengan dinamis dan cepat setelah banyak ulama datang dari Yogyakarta yang telah menamatkan belajarnya kepada KH. Ahmad Dahlan secara langsung. Ditambah lagi ulama tamatan Mabaul Ulum Solo yang dikirim ke Yogyakarta untuk mengaji (belajar) ke pada KH. Ahmad Dahlan, seperti K. Rofi’I, H. Amin dan tokoh lainnya.

Penyebaran lambat laun semakin lancar melalui pengajian-pengajian, sehingga makin banyak menarik massa, yang pada akhirnya masuk menjadi warga Muhammadiyah. Sejalan dengan semangat dakwah, Muhammadiyah di Ngawi sampai saat ini sudah 96 tahun berikhtiar bersama masyarakat Ngawi membangun peradaban di Ngawi. Perjuangan Muhammadiyah di Ngawi pada sebagai Gerakan islam berkemajuan ditandai dengan berdirinya :

1. Madrasah Diniyah Muhammadiyah Tempurejo Banyubiru (1928)

Yang didirikan oleh :
  • Kyai Imam Muhtar
  • KH. Abdulah Muhsin
  • KH. Muh Rofi’i
  • KH. Muh Sjarqawi
  • KH. Muh Hadi
  • Kyai Marwan Mukti
  • Kyai Muhtarom
  • KH Abdani
  • KH. Maksum sujitno
Ditengah pergulatan globalisasi Madarasah Diniyah Muhammadiyah Tempurejo tetap berdiri tegak sampai sekarang mengemban Dakwah Muhammadiyah.sehingga muncul sekolah – sekolah baru dalam perjalananya.

2. TK AISYIYAH 1 NGAWI

Dalam perjuangan dakwah pendidikan di bawah naungan AISYIYAH dalam upaya meningkatkan taraf pendidikan anak-anak di ngawi pada 17 april 1945 didirikan TK Aisyah Ngawi.
  • TK Aisyiyah didirikan pada April 1945 dengan nama TK Aisyah. Pada periode 1945 s.d. 1966 pendidikan masih dilakukan dengan seadanya dengan kegiatan kajian dan mengaji bersama bahkan terkadang secara sembunyi-sembunyi TK AISYIYAH pada tahun 1967 dengan nama TK AISYIYAH yang berdomisili di jalan Patiunus INISIIATOR TK AISYIYAH :
  • Ibu Karto Jumeno
  • Ibu Sukirman
  • Ibu Hadi Santosa
  • Ibu Ali Murtadlo
perkembangan Muhammadiyah di Ngawi mengalami pasang surut ketika memasuki tahun 60-an sampai 80-an. Dimana pada kurun waktu tersebut banyak tokoh-tokh Muhammadiyah yang ditangkap, karena dituding telah membentuk komando jihad yang pada waktu itu dianggap membahayakan keselamatan bangsa.

Stagnasi dan kemunduran menyelimuti perkembangannya dan hal ini dirasa telah banyak merugikan kader-kadernya yang tidak memiliki aktifitas seperti biasanya. Baru pada tahun 1982 Muhammadiyah telah bangkit dan eksis kembali dengan berbagai kegiatan pemikiran dan bahkan menyelanggarakan Musyawarah Daerah (Musyda) di bawah kendali Bapak Isra’



Pada tahun 2021 seiring usia Muhammadiyah yang ke 109 dan 96 tahun Muhammadiyah berkiprah di Sosial keagamaan di ngawi, saat ini Muhammadiyah menjalankan amanat umat berupa :
  • 19 Masjid
  • 1 Klinik Kesehatan
  • 121 lembaga Pendidikan dengan mendidik 7168 siswa
  • 4 Minimarket
  • 1 Lembaga Amil Zakat
  • 1 LKSA
Video ini didedikasikan bagi pendiri dan penggerak aktivis yang sudah merawat dan memperjuangkan cita-cita Muhammadiyah.
Share:

Sejarah Singkat Muhammadiyah



Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam.

Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.” Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.

Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:

Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland, dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya. Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.


Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.

Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) .

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.

Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
  • Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
  • Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
  • Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
  • Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
  • dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).

Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.

Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia.

‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.

Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.

Sumber: https://muhammadiyah.or.id/sejarah-singkat-muhammadiyah/
Share:

Categories