Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Sejarah Singkat Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, ...

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI

Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, ....

Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Ngawi Ikuti Rakerwil di PWM Jawa Timur

Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ngawi mengikuti Rapat Kerja Wilayah (rakerwil),...

Dikdasmen PNF PDM Ngawi Adakan O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah)

O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah) tingkat Kabupaten pada tanggal 26 - 28 Februari 2024....

Pengukuhan PDPM Kabupaten Ngawi Periode 2023-2027

Proses pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Ngawi Dr. Dwi Rianto Jatmiko, MH, M.Si, unsur Forum Pimpinan Daerah, PWPM Jawa Timur,....

Selasa, 21 Mei 2024

Musikalisasi Puisi Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)


Sufiks atau Akhiran /-isasi/ sebenarnya melekat pada kata serapan dari bahasa Inggris. Akhiran /-isasi/ berfungsi membentuk kata benda (nomina, noun). Sebagai kata benda, kata berimbuhan /-isasi/ menunjukkan arti proses. Perhatikan contoh berikut ini.

 

Actualization à aktualisasi : proses menuju atau menjadi aktual

Globalization à globalisasi : proses menuju atau menjadi modern

Harmonization à harmonisasi : proses menuju atau menjadi harmoni

Modernization à modernisasi : proses menuju atau menjadi modern

Musicalization à musikalisasi : proses menuju atau menjadi musik

 

Bagaimana halnya dengan musikalisasi puisi? Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas, musikalisasi puisi berarti proses mengolah puisi menuju atau menjadi musik. Dengan kata lain, musikalisasi puisi merupakan kegiatan membaca puisi dengan cara dilagukan, diberi irama, atau diiringi musik yang sesuai dengan isi puisi.

Dengan pengertian ini, musikalisasi puisi bisa dilakukan dengan :

Pertama, puisi yang bersangkutan diberi notasi sehingga menjadi lirik lagu, kemudian dinyanyikan layaknya sebagai nyanyian.

Kedua, puisi yang bersangkutan diberi irama dengan nada, tekanan, dan tempo tertentu (dibuatkan aransemennya) sebagaimana membaca nyaring puisi namun terdengar layaknya nyanyian akapela.

Ketiga, puisi yang dibacakan secara nyaring diiringi dengan musik (satu atau lebih alat musik yang mengiringi).

Menurut hemat saya, cara praktis yang bisa kita lakukan adalah cara ketiga. Misalnya seseorang membaca puisi “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko (ejaan lama, dibaca : Joko) Damono yang diiringi musik dari lirik lagu Restumu Kunantikan – Alfian. Dalam hal ini, selain pembaca puisi, ada dua orang yang terlibat, yaitu pemain musik (gitaris atau pianis), dan sutradara (pengarah). Dalam pelatihan, sutradara mengarahkan bagaimana memadukan pembacaan puisi dan lantunan musik agar terjadi harmonisasi yang indah dan berkesan.

Sebagai gambaran secara tertulis, tabel di bawah ini lirik lagu “Restumu Kunantikan” – Alfian yang didampingkan dengan puisi “Hujan Bulan Juni” – Sapardi Djoko Damono.

 

Restumu Kunantikan

Hujan Bulan Juni

Artis : Alfian

Karya : Sapardi Djoko Damono

 

 

Intro

Intro

 

 

Doa dan restumu kini kunantikan

Tak ada yang lebih tabah

Penuh rasa kasih nan murni

dari hujan bulan Juni

Doa dan cintamu cahaya hidupku

Dirahasiakannya rintik rindunya

Pelita biduk ke pian

Kepada pohon berbunga itu

 

 

Terkatung gelisah

Tak ada yang lebih bijak

Gelombang mendera

Dari hujan  hujan bulan Juni

Belas hatimu

dihapusnya jejak-jejak kakinya

Tak kunjung kurasakan

yang ragu-ragu di jalan itu

 

 

Doa dan restumu harapan abadi

Tak ada yang lebih arif

Siang malam rindu kunanti

dari  hujan bulan Juni

 

dibiarkannya yang tak terucapkan

 

diserap akar pohon bunga itu

 

 

Intro

Intro

 

 

Doa dan restumu kini kunantikan

Tak ada yang lebih tabah

Penuh rasa kasih nan murni

dari hujan bulan Juni

Doa dan cintamu cahaya hidupku

Dirahasiakannya rintik rindunya

Pelita biduk ke tepian

Kepada pohon berbunga itu

 

 

Terkatung gelisah

Tak ada yang lebih bijak

Gelombang mendera

Dari hujan  hujan bulan Juni

Belas hatimu

dihapusnya jejak-jejak kakinya

Tak kunjung kurasakan

yang ragu-ragu di jalan itu

 

 

Doa dan restumu harapan abadi

Tak ada yang lebih arif

Siang malam rindu kunanti

dari  hujan bulan Juni

 

dibiarkannya yang tak terucapkan

 

diserap akar pohon bunga itu

 

 

 

Adapun contoh lagu “Restumu Kunantikan” bisa disimak video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=XTDoHazE4gA Setelah memahami lagu ini, dianjurkan untuk menggunakan versi instrumentalia (karaoke) seperti video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=BUXMikJ4zho atau https://www.youtube.com/watch?v=a6xHS-GlfYE&pp=ygUacmVzdHVtdSBrdW5hbnRpa2FuIGthcmFva2U%3D

Introduction (umumnya disebut sebagai intro) adalah awal dari sebuah lagu yang merupakan pengantar lagu tersebut.

Sebagai contoh kedua musikalisasi puisi “Dari Seorang Guru kepada Murid-muridnya” karya Hartojo Andangdjaja (ejaan lama, dibaca : Hartoyo Andangjaya”)

 

 

 

Restumu Kunantikan

Dari Seorang Guru Kepada Murid Muridnya

Artis : Alfian

Hartojo Andangdjaja

 

 

Intro

Intro

 

 

Doa dan restumu kini kunantikan

Apakah yang kupunya, anak-anakku

Penuh rasa kasih nan murni

selain buku-buku dan sedikit ilmu

Doa dan cintamu cahaya hidupku

sumber pengabdian kepadamu

Pelita biduk ke tepian

Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahku

 

 

Terkatung gelisah

aku takut, anak-anakku

Gelombang mendera

kursi-kursi tua yang di sana

Belas hatimu

dan meja tulis sederhana

Tak kunjung kurasakan

dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya

 

 

Doa dan restumu harapan abadi

semua padamu akan bercerita

Siang malam rindu kunanti

tentang hidup di rumah tangga

 

 

Intro

Intro

 

 

Doa dan restumu kini kunantikan

Apakah yang kupunya, anak-anakku

Penuh rasa kasih nan murni

selain buku-buku dan sedikit ilmu

Doa dan cintamu cahaya hidupku

sumber pengabdian kepadamu

Pelita biduk ke tepian

Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahku

 

 

Terkatung gelisah

Ah, tentang ini aku tak pernah bercerita

Gelombang mendera

depan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja

Belas hatimu

horison yang selalu biru bagiku

Tak kunjung kurasakan

karena kutahu, anak-anakku

 

engkau terlalu muda

Doa dan restumu harapan abadi

engkau terlalu bersih dari dosa

Siang malam rindu kunanti

untuk mengenal ini semua

 

 

Secara hitam di atas putih memang seperti adanya ini, namun dalam praktiknya kelak akan ada keajaiban yang tidak bisa kita perkirakan. Juga volumen pelantang suara bagi musik pengiring disajikan samar-samar agar suara pembaca puisi terdengar jelas. Dalam hal ini bisa diatur lewat pelatihan yang berulang.

Hal ini saya sampaikan, agar pembacaan puisi yang diselenggarakan di even tertentu bakal mengalami perkembangan dan improvisasi yang tanpa batas. Semoga bermanfaat dan bisa dipraktikkan!

 

Pangkur-Ngawi, 21 Mei 2024 M / 13 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 20.01 WIB

*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur

Share:

Sabtu, 11 Mei 2024

Irisan Substansi Syair dan Musik - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)


Dalam berbicara atau membaca nyaring sebenarnya terdapat unsur musikalitas. Hanya saja hal ini tidak pernah dibicarakan secara terinci layaknya sebagai ilmu khusus (disiplin bidang studi tersendiri). Ketika orang berbicara atau membaca nyaring sebenarnya ia lagi menerapkan nada, irama, dinamika, timbre, jeda, dan sebagainya. Sebenarnya ia lagi menerapkan notasi, titinada, bahkan kemerduan (suara merdu, cempreng, medok, cengkok, ngapak, dan sebagainya).

Hal ini saya kemukakan menyusul berita terkait apakah syair itu musik atau bukan. Saya tidak melakukan pembelaan terhadap pihak tertentu. Saya hanya ingin berbicara berdasarkan sudut pandang tertentu. Kalaupun esai yang saya kemukakan ini menimbulkan pro-kontra itu terserah dari pihak-pihak yang berkepentingan. Anggap wajar bahwa hal kecil bisa diperkarakan secara besar-besaran.

Syair sebagai sastra purba, saya sebut sebagai mewakili genre sastra lainnya seperti puisi, gurindam, karmina, seloka, talibun. Tanpa syair dan kawan-kawan yang hadir terlebih dulu, tidak mungkin terjadi perkembangan puisi dan lirik yang ada seperti sekarang. Ada perbaikan dan kemajuan yang signifikan, bahkan boleh dikata seluruh lintas bahasa secara dialek maupun idiolek.

Syair yang di dalamnya terdapat unsur intrinsik : 1. terdiri dari 4 baris, 2. tiap baris terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, 3. semua baris adalah isi, 4. berima akhir a-a-a-a, dan 5. berupa cerita yang mengandung pesan. Unsur intrinsik syair hanyalah mewakili sekian banyak unsur intrinsik yang ada dalam masing-masing genre. Jadi tidak dibicarakan secara terinci, hanya saja hakikatnya seluruh genre yang ada memang harus memenuhi unsur intrinsik.

Sebagai sastra purba, istilah “Syair” berasal dari bahasa Arab yakni “Syi'ir” atau “Syu'ur” yang berarti perasaan menyadari. Kemudian kata Syu'ur berkembang menjadi Syi'ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum. Sebagai sastra purba, syair sebenarnya karya sastra yang mendapat pengaruh kebudayaan Arab (Hakim, 1993).

Salah satu syair yang terkenal, yaitu Syair Abu Nawas, sebagai berikut.

Ilaahii lastu lil -firdausi ahlaan
wa laa aqwaa alaa naari l-jahiimi
Fa hablii taubatan waghfir dzunuubii
fa innaka ghaafirudzdzambi l-azhiimi.

Dzunuubii mitslu a’daadir-rimaali
fa hablii taubatan yaa dzaal-jalaali
Wa ‘umrii naaqishun fii kulli yaumi
wa dzambii zaa-idun kaifa h-timaali.

Ilaahii abdukal-‘aashii ataaka
muqirran bidzdzunuubi wa qad da’aaka.
Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun
wa in tathrud faman narjuu siwaaka.


Perhatikan kembali teks “Syair Abu Nawas” yang terdiri atas 4 bait tersebut di atas! Meski Anda baca dalam hati, Anda tetap terpengaruh dengan munculnya musikalitas atas syair tersebut di atas. Kita tidak bisa memungkiri hal ini.

Berikutnya, musik (Yunani: μουσική) adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa yang di dalamnya mengandung harmonisasi antara ritme, melodi, timbre, dinamika, bahkan jeda. Selama ini musik selalu digambarkan harus dengan alat (instrumen) musik, dan merupakan perpaduan antara suara vokal dan sejumlah instrumen musik sebagai wujud ekspresi emosional. Padahal ada juga yang tanpa intrumen, yang disebut dengan musik akapela.

Yang jelas bahwa uraian tersebut di atas menunjukkan irisan substansi syair dan musik. Atau Anda berani mengatakan bahwa musik sebagai unsur ekstrinsik dari syair(?) Perkara syair disebut musik, bahkan syuara disebut sebagai pemusik. Hal ini tidak ubahnya dengan istilah “khamr” yang berubah nama jadi “ciu”, “putihan”, “badheg”, “arjo”, dan semacamnya. Bedanya “syair” berada di ranah “tertenggang”, sedangkan “khamr” di ranah “terlarang”.

Pangkur-Ngawi, 11 Mei 2024 02 Dzulqa’dah 1445 H Pukul 15.28 WIB


*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Senin, 01 April 2024

Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’



Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’

Disusun Oleh :
Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY

Baca : Full PDF




Dalam upaya merespon tuntutan umat dan sekaligus menjawab berbagai problem sosial keagamaan khususnya bagi warga persyarikatan Muhammadiyah, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terus berupaya secara maksimal untuk menelaah, membahas dan memberikan kepastian hukum pada berbagai kasus yang terjadi di tengah masyarakat (baik persoalan aqidah, akhlak, ibadah maupun mu’amalah) melalui kajian, seminar, muzakarah dan Musyawarah Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.

Sampai saat ini, Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah telah menyelenggarakan Musyawarah Tarjih sebanyak tiga kali dan menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya putusan Musyawarah Tarjih ke-1 telah diterbitkan bekerjasama dengan Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY. Dan sedangkan putusan musyawarah Tarjih ke-2 dan ke-3 menghasilkan berbagai putusan mengenai berbagai masalah diataranya : Antara Risywah dan Hadiah, Perdukunan Digital, Jihad dan Terorisme, Hadlonah dalam Islam, Haid dan Nifas, Tuntunan Shalat-Shalat Tathawwu’, Tuntunan Thaharah, Tuntunan Walimah, Tuntunan Aqiqah, Khitan dalam Islam, Khutbah Jum’at, dan Perawatan Jenazah.
Share: