Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Sejarah Singkat Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, ...

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI

Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, ....

Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Ngawi Ikuti Rakerwil di PWM Jawa Timur

Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ngawi mengikuti Rapat Kerja Wilayah (rakerwil),...

Dikdasmen PNF PDM Ngawi Adakan O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah)

O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah) tingkat Kabupaten pada tanggal 26 - 28 Februari 2024....

Pengukuhan PDPM Kabupaten Ngawi Periode 2023-2027

Proses pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Ngawi Dr. Dwi Rianto Jatmiko, MH, M.Si, unsur Forum Pimpinan Daerah, PWPM Jawa Timur,....

Rabu, 29 Mei 2024

Balada Al-Mumtaz - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)



Proses kreatif tak terbatas. Demikian sering saya kemukakan di forum literasi. Saya bermaksud kepada teman-teman literat, dan juga terutama teman-teman yang baru masuk di kancah literasi untuk selalu produktif dalam menulis. Saya hanya bisa memberi contoh. Tidak banyak teori yang bisa saya kemukakan.

Seorang teman literasi, tepatnya #Ustadzah_Sulihati memberikan julukan kepada #Guru_Galib sebagai Al-Mumtaz. Beliau memandang bahwa ada sesuatu yang luar biasa yang lagi dilakukan Guru Galib terkait literasi. Sepanjang yang beliau ketahui tentang kiprah Guru Galib, yaitu penulis puisi, penulis esai, editor, suka mempelajari tahsin dan ngaji nahwu sharaf. Beliau menilai tentu pemahaman Guru Galib tidak asal-asalan.

Berawal dari gambaran tersebut di atas, saya tertarik untuk mengabadikan kiprah Guru Galib dalam berliterasi, dan atas julukan yang diberikan Ustadzah Sulihati kepada Guru Galib, saya pun terinspirasi untuk memberi judul puisi saya, yaitu “Al-Mumtaz”.

Lalu bagaimana “menangkap” larik-larik pengisi puisi? Seperti biasanya saya perlu menyimak satu lagu, barangkali bisa dengan lancar saya bisa menyelesaikannya. Ternyata dengan cara ini, alhamdulillah, saya bisa merampungkannya. Saya menyimak lagu pada tautan video https://www.youtube.com/watch?v=LTsV6_DON_E (Ebiet G Ade - Dia Lelaki Ilham Dari Sorga). Lagu ini sering saya simak dan saya tidak bosan-bosan menyimaknya secara berkala.

Dia Lelaki Ilham dari Sorga

Al-Mumtaz

Artis Ebiet G. Ade

Puisi Kusfandiari MM Abu Nidhat

 

 

Dia yang berjalan melintasi malam

Kau yang kemarin merasa kurang

Adalah dia yang kemarin dan hari ini

Ada yang mesti kau perbaiki di hari ini

Akan selalu menjadi ribuan cerita

Menebus sesal yang berkepanjangan

Karena dia telah menempuh semua perjalanan

Mumpung masih ada waktu mengisi hari-hari

 

 

Dia berjalan dengan kakinya

Kau perbaiki bagian purwa

Dia berjalan dengan tangannya

Kau perbaiki bagian madya

Dia berjalan dengan kepalanya

Kau perbaiki bagian wusana

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih banyak berjalan dengan pikirannya

Kau selalu ingin hasil akhir tampak paripurna

 

 

Dia jelajahi jagat raya ini.

Pikiranmu makin liar tak terbendung

Dengan telanjang kaki dan tubuh penuh daki

Ada saja yang mesti kau telusuri setiap saat

Meskipun ia lebih lapar dari siapa pun

dalam diam kau sampai di pelosok tautan

Meskipun ia lebih sakit dari siapa pun

Kau jelajahi dengan pemahaman yang dalam

 

 

Ia menempuh lebih jauh dari siapa pun

Kau tak ingin ketinggalan dalam sedetik pun

Meskipun ia lebih miskin dari siapa pun

Meski generasi di belakangmu gegap gempita

Meskipun ia lebih nista dari siapa pun

Menguasai segala ragam kecerdasan buatan

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih tegak perkasa dari siapa pun

Kau jauh lebih piawai mengolah beragam literasi

 

 

Batu-batu seperti menyingkir

Tak gentar ada gelombang pasang virtual

Sebelum ia datang, sebelum ia lewat

Tak surut menghadapi badai disrupsi

Semak-semak seperti menguak

Bersama teman-teman literasi lokal

Sebelum ia injak, sebelum ia menyeberang

Menggalang mewujudkan ragam genre

 

 

Ia berjalan dengan matanya

Kau melihat dengan mata hati

Ia berjalan dengan perutnya

Kau mendengar dengan telinga hati

Dia berjalan dengan punggungnya

Kau berbicara dengan segenap intuisi

Tetapi ternyata

Lebih dari itu

Ia lebih banyak berjalan dengan pikirannya

Kau semakin banyak bersyukur atas karunia Ilahi

 

 

Gadis-gadis selalu menyapa

Banyak sudut pandang yang mengemuka

Karena dia tampan meskipun penuh luka

Kau masih bisa menemukan yang baru

Kata-katanya tak bisa dimengerti

Diksimu tak pernah mudah dipahami

Tetapi selalu saja akhirnya terbukti

Teramat jauh dari ranah keterbacaan

 

 

Ia lelaki gagah perkasa

Kau hadir dalam ragam diskusi

Ia lelaki ilham dari sorga

Jadi saksi bisu perdebatan tak berujung

Ia lelaki yang selalu berkata

Bahkan hasil akhir tanpa kesimpulan

"Bahwa kita pasti akan kembali lagi kepada-Nya"

Nyatanya kau temukan hikmah meski kecil sekalipun

 

 

Du-du-du

Pangkur-Ngawi, 26 Mei 2024 M / 18 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 05.24 WIB

Du-du-du

 

Du-du-du

 

 

 


Catatan : esai ini tidak mudah dipahami. Agar dengan cepat mudah dipahami, silakan teman-teman berkonsultasi dengan penulis dalam setiap kesempatan. Dibaca kemudian dipahami saja tidak cukup. Artinya memang harus dipraktikkan.

Menutup esai saya kali ini bahwa puisi saya tersebut bisa saya selesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Apakah puisi saya “Al-Mumtaz” ini berkategori plagiarisme dari lirik lagu “Dia Lelaki Ilham dari Sorga” karya Ebiet G. Ade. Terserah penilaian Anda, namun saya punya pleidoi dan testimoni bahwa substansi keduanya berbeda. Terlebih lagi apabila puisi “Al-Mumtaz” dibaca dan diiringi dengan musik yang sama sekali berbeda.

Meskipun demikian, puisi “Al-Mumtaz” bisa dibaca di atas panggung dan diiringi aransemen musik karaoke “Dia Lelaki Ilham dari Sorga” karya Ebiet G. Ade dalam acara yang bernuansa Islami atau yang mendukung era literasi, antusias dalam menulis puisi bagi generasi muda.

Semoga esai ini menginspirasi teman-teman Ustadz/Ustadzah lembaga pendidikan Muhammadiyah pada umumnya, khususnya yang berkenan menekuni proses kreatif menulis puisi dan musikalisasi puisi.

Nashrun min Allaah wa fathun qariib.

Pangkur-Ngawi, 26 Mei 2024 M / 18 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 05.40 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Selasa, 28 Mei 2024

Carilah dan Temukan Persamaannya! - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Berawal dari Sini

Dengan judul “Beda Muhammadiyah dengan Salafi, Bahasan Kopdar Majelis Tabligh PDM Surabaya” di tautan https://pwmu.co/357025/05/27/beda-muhammadiyah-dengan-salafi-bahasan-kopdar-majelis-tabligh-pdm-surabaya/ diberitakan bahwa Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Surabaya, di Pusat Dakwah Muhammadiyah (Pusdam) Surabaya menyelenggarakan pertemuan yang dikenal dengan istilah kopi darat atau kopdar pada Sabtu 25 Mei 2024. Peserta kopdar meliputi Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) dan takmir masjid Muhammadiyah se-Kota Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas tema Eksistensi dan Pergerakan Salafi pada Masjid Muhammadiyah’.

Bertindak sebagai Pembicara kopdar, yaitu Ketua PDM Kabupaten Malang Dr H Muhammad Nurul Humaidi Mag. Pada awal penjelasan disampaikan dengan poin-poin :
  1. manhaj salaf yaitu orang yang mengikuti salafus shalih.
  2. gerakannya didominasi oleh corak pemikiran skripturalisme, fundamentalisme, atau radikal.
  3. karakteristik gerakan salafi bersifat Islam transnasional. Ideologi gerakannya tidak lagi bertumpu pada konsep national state, melainkan konsep umat.
  4. modus pengembangan salafi berbasis pesantren. Gerakan salafi di Indonesia umumnya bertabrakan langsung dengan konstituen Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini sudah terjadi di Nusa Tenggara Barat, di mana sejumlah konflik terbuka sudah berlangsung.
  5. cenderung ada persamaan salafi dan Muhammadiyah menyangkut aspek akidah dan ibadah, sehingga mereka merasa cocok dengan tempat-tempat ibadah Muhammadiyah.

Kupasan Sekilas

Menurut hemat saya, kelima poin tersebut perlu dibahas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Pertama, manhaj salaf yaitu orang yang mengikuti salafush-shalih. Manhaj diartikan sebagai jalan yang terang, sementara salaf bermakna orang–orang yang sudah mendahuluimu. Salaf juga bisa diartikan sebagai imam dan sahabat Rasulullah SAW. Jadi, manhaj salaf bisa diartikan sebagai jalan yang terang sesuai kaidah agama berdasarkan pemahaman para sahabat Rasulullah SAW. Salafus shalih ialah para pendahulu yang saleh. Ini adalah sebutan bagi generasi Islam yang ada pada awal Islam hingga kurang lebih abad keempat atau kelima Hijriyah, seperti para sahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in dan dua atau tiga generasi setelah mereka. Dengan definisi tersebut di atas, sebenarnya warga Muhammadiyah juga menempuh jalan manhaj salaf, meski tidak secara terang-terangan atau menampakkan diri. Hal ini dibuktikan dengan kajian-kajian yang diselenggarakan oleh warga Muhammadiyah berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Warga Muhammadiyah sangat berhati-hati dalam melakukan kajian sekaligus mengaplikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, gerakannya didominasi oleh corak pemikiran skripturalisme, fundamentalisme, atau radikal. Pemikiran skripturalisme, dengan kata lain Abstrak Skripturalisme, atau lebih spesifik skripturalisme literal merupakan salah satu pandangan bahwa skrip atau teks suci merupakan sumber kebenaran absolut yang perlu dipegang oleh seluruh umat beragama. Artinya sudah seharusnya kajian-kajian yang diselenggarakan mendasarkan pada teks suci (Al-Qur’an dan Al-Hadits). Kedua teks suci ini merupakan sumber kebenaran absolut yang jadi pegangan, termasuk warga Muhammadiyah. Dengan kata lain “jangan coba-coba untuk melakukan otak-atik dan melakukan pembenaran atas asumsi yang disampaikan oleh penyaji dalam suatu kajian.”

Menurut Wikipedia, Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fundamental). Karenanya, kelompok-kelompok yang mengikuti paham ini sering kali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada di lingkungan agamanya sendiri. Mereka menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya telah "tercemar".Kelompok fundamentalis mengajak seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka. Apakah warga Muhammadiyah tidak memegang paham fundamentalisme? Tentu saja memegang teguh paham ini, hanya tidak perlu ditampakkan.

Merujuk KBBI keluaran tahun 1990, istilah radikal diartikan sebagai “secara menyeluruh,” “habis-habisan,” dan “maju dalam berpikir atau bertindak. Secara umum, radikalisme dapat dimaknai sebagai pemahaman dan atau perilaku menggunakan kekerasan dalam mensikapi perbedaan, memecahkan masalah atau mencapai tujuan.

Dalam ilmu filsafat, berpikir radikal yang bermakna upaya menggali kenyataan atau ide hingga ke akar-akarnya, jelas merupakan syarat mutlak untuk membangun diskursus rasionalisme dan kritisisme. Bahkan dalam ilmu kimia, tak kecuali, ternyata juga dikenal istilah radikal bebas.

Ciri-ciri Radikalisme, mencakup : 1. kaku dan tekstualis dalam bersikap serta memahami teks-teks suci, 2. ekstrem, fundamentalis, dan eksklusif, 3. eksklusif, 4. selalu bersemangat mengoreksi orang lain, 5. menggunakan kekerasan, 6. memiliki kesetiaan lintas negara, 7. musuh yang tidak jelas identitasnya, 8. senang memilih jalan peperangan.

Terkait dengan radikal dan radikalisme, tentu saja kita tidak boleh berprasangka buruk kepada kelompok salafi. Tidak semua anggota kelompok salafi terpapar radikal dan radikalisme. Demikian pula, sebagai warga Muhammadiyah, kita tidak menerapkan sikap dan tindakan radikal dan radikalisme.

Ketiga, karakteristik gerakan salafi bersifat Islam transnasional. Ideologi gerakannya tidak lagi bertumpu pada konsep national state, melainkan konsep umat. Gerakan Islam transnasional adalah sebuah istilah yang ditujukan kepada organisasi Islam yang bergerak lintas negara, dimana pergerakannya melewati batas-batas teritorial setiap negara. Kita tidak usah merasa alergi terhadap istilah “Islam transnasional”. Pergerakan lintas negara tentu ada pembatasan, misalnya menyangkut kemanusiaan.

Salah satu perhatian Muhammadiyah, misalnya membeli gereja, teks berita bisa dilihat pada tautan https://khazanah.republika.co.id/berita/rqupy8320/muhammadiyah-resmi-beli-gereja-di-spanyol-yang-juga-bekas-masjid-era-abbasiyah atau tautan video https://www.youtube.com/watch?v=-beNPp2CYMg

Keempat, modus pengembangan salafi berbasis pesantren. Kita mesti memahami bahwa pesantren merupakan aurat dari lembaga pendidikan. Kita tidak boleh mencampuri atau melakukan intervensi urusan rumah tangganya. Perkara ada oknum kelompok salafi yang mengembangkan dakwahnya di pesantren, itu urusan mereka. Namun, tentu saja alangkah baiknya apabila kedua pihak melakukan perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) sebelum menyelenggarakan kajian, duduk bersama dalam satu majelis.

Kelima, cenderung ada persamaan salafi dan Muhammadiyah menyangkut aspek akidah dan ibadah, sehingga mereka merasa cocok dengan tempat-tempat ibadah Muhammadiyah. Hal yang menampak bahwa terkait dengan ibadah mahdhah, warga Muhammadiyah menjauhkan diri dari sikap #imajinasi, #modifikasi, dan #asumsi. Ketiga sikap ini bisa menyimpang dari pegangan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan sikap kehati-hatiannya, warga Muhammadiyah istiqamah berpedoman kepada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah. HPT ini berisi hasil-hasil muktamar tarjih yang menyangkut berbagai persoalan mulai dari keimanan, ibadah hingga persoalan yang berkaitan dengan keumatan dan agama Islam. Salah satu identitas dan ciri warga Muhammadiyah adalah berkehidupan sesuai dengan putusan tarjih Muhammadiyah.

Hadirin Kajian Majelis Darwis yang berbahagia. Filosofi orang Jawa mengatakan,”Mangkono ya mangkono, nanging aja mangkono!” tentu diterapkan oleh warga Muhammadiyah. Filosofi ini bukan milik orang Jawa, melainkan berlaku bagi warga Muhammadiyah pada umumnya. Bersikap baik terhadap semua orang merupakan cermin kepribadian seseorang yang memanusiakan manusia, meskipun manusia tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Kita tidak boleh menghakimi seseorang. Tabayyun (konfirmasi) harus dilakukan apabila terjadi kesalahpahaman.

Berusaha Menjadi Ummatan Wasaṭa

QS Al-Baqarah 2:143

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

Arab-Latin: Wa każālika ja'alnākum ummataw wasaṭal litakụnụ syuhadā`a 'alan-nāsi wa yakụnar-rasụlu 'alaikum syahīdā, wa mā ja'alnal-qiblatallatī kunta 'alaihā illā lina'lama may yattabi'ur-rasụla mim may yangqalibu 'alā 'aqibaīh, wa ing kānat lakabīratan illā 'alallażīna hadallāh, wa mā kānallāhu liyuḍī'a īmānakum, innallāha bin-nāsi lara`ụfur raḥīm

Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.

Kata wasatha artinya tengah-tengah. Umat Islam adalah umat yang tengah-tengah, atau umat yang moderat. Al-wasath-atau tengah-tengah adalah pilihan terbaik. Al-wasath berarti tidak ekstrem ke kiri atau ke kanan. Ada istilah lain yang sepadan dengan itu yakni i’tidal (dari kata adil) yakni tegak lurus, tidak menceng ke kiri dan ke kanan. Sifat tengah-tengah ini bukan berarti tidak punya sikap atau tidak berpendirian. Posisi di tengah menunjukkan posisi proporsional, atau seimbang. Itulah sikap ummat Islam. Itulah sikap kita, dan itulah sikap warga Muhammadiyah. Bagaimana pun warga Muhammadiyah belajar bersikap moderat secara dawam atau terus-menerus.

Terkait dengan hal tersebut di atas, kita harus berpegang teguh seruan :
Carilah dan Temukan Persamaannya!

Nashrun min Allah, wa fathun qariib.

Pangkur-Ngawi, 28 Mei 2024 M / 20 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 15.45 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Senin, 27 Mei 2024

Berhentilah Memarahi Istri - [Anekdot dalam Hidup Berumah Tangga] - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)


Anekdot Sisipan Taushiyah
Tidak jarang dalam taushiyah atau kajian dalam satu majelis, penceramah menyampaikan sisipan berupa joke atau kisah lucu. Salah satu di antaranya dalam format teks anekdot. Dengan teks anekdot yang disusun dengan cermat, penceramah bisa membangun antusiasisme audiens untuk menyimak dan berusaha mengambil hikmahnya.

Teks anekdot adalah teks naratif singkat, unik, dan lucu. Teks anekdot dibuat bertujuan sebagai sarana untuk 1. membangkitkan tawa bagi pembaca atau pendengar, boleh juga disampaikan di majelis kajian, 2. menghibur anggota dalam kelompok, dan 3. menyampaikan kritik yang bersifat menyentil dan tidak menyinggung seseorang.

Struktur teks anekdot mencakup : 1. judul, 2. abstrak, 3. orientasi, 4. krisis, 5. reaksi, dan 6. koda. Judul merupakan nama teks anekdot yang ditulis singkat, padat, jelas dan langsung merujuk pada objek anekdot. Abstrak adalah bagian awal (pembuka) teks yang memberikan deskripsi secara singkat. Abstrak menjadi rambu-rambu bagi pembaca terkait maksud penulis. Sedangkan orientasi merupakan bagian krusial latar belakang peristiwa yang berperan sebagai penyebab dari timbulnya krisis (konflik batin maupun konflik antartokoh).

Adapun krisis merupakan komplikasi terkait masalah unik atau tidak biasa yang terjadi. Krisis yang terjadi berupa ketidakpuasan, kejanggalan, keanehan, dan sebagainya. Sedangkan reaksi merupakan bagian bagaimana tokoh naratif menyelesaikan masalah. Reaksi berupa sikap mencela, menertawakan, konyol, absurd, dan sebagainya yang bersifat mengejutkan atau tidak terduga. Yang terakhir, koda berupa simpulan atau pesan dari penulis untuk dicamkan pembaca terkait komentar, persetujuan, penjelasan, dan sebagainya, yang ditandai dengan “itulah, akhirnya, demikianlah, memanglah”, dan sebagainya. berikut contoh anekdot dengan judul yang sama dengan judul artikel ini “Berhentilah Memarahi Istri”.

Ada seorang laki-laki yang tidak pernah marah ataupun membentak istri. Ketika seorang temannya bertanya padanya,”Kenapa kau tidak pernah memarahi istrimu?
Ia pun bercerita :
“Dulu aku pernah melihat istriku dicakar oleh kucing kesayangannya,istriku hanya tesenyum dan berkata ‘SATU’.
Keesokan harinya kucing itu mencakar istriku lagi,tapi istriku tetap tersenyum dan berkata ‘DUA’.
Ternyata esok harinya kucing itu mencakar istriku lagi dengan tetsenyum dan berkata ‘TIGA’.
Kemudian istriku mengambil bungkusan dan menaburkan isi bungkusan diatas ikan dan dihidangkan kepada si kucing,dan si kucing segera melahapnya dan badannya pun kejang-kejang lalu mati.
Aku terkejut dan jelas marah,langsung aku berteriak"hei kau sudah gila ya?... kau racuni kucing itu hanya karena mencakar mu tiga kali".
Istriku hanya tersenyum sambil bekata "SATU".
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi memarahi istri.
Teman laki-laki itu berseloroh,”Racun tikus kok buat coba-coba?!”


*******
Pembuka Taushiyah Kultum
Contoh teks anekdot tersebut di atas bisa dipergunakan sebagai pembuka taushiyah kultum (kuliah tujuh menit). Teks anekdot baru bisa disampaikan apabila audiens sudah dalam kondisi siap menerima taushiyah. Hal yang harus diperhatikan ialah jangan mencantumkan nama yang mengarah kepada nama anggota jamaah apalagi tetangga sendiri yang mengarah kepada ghibah. Profesi pun sedapat mungkin dihindari disebutkan. Hal ini perlu diperhatikan agar taushiyah berjalan dengan aman dan nyaman serta audiens bisa mengambil hikmahnya. Misalnya sebagai berikut.

Jamaah Majelis Darwis yang dimuliakan Allah.
Berumah tangga tidak selamanya berjalan datar tanpa ada masalah. Memadukan dua insan dengan latar belakang dan karakter berbeda tidaklah mudah. Kadang terjadi perselisihan yang umumnya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang.
Skala level konflik pun beragam. Ada yang bisa selesai dalam hitungan jam, namun ada juga yang berlarut-larut sampai tidak bertegur sapa dalam level yang sangat parah.
Sebagai pemimpin, suami berkewajiban membawa rumah tangganya ke arah yang diridhai Allah. Untuk menuju ke sana, diperlukan kesabaran yang luar biasa. Tapi namanya manusia, tak luput dari perbuatan dosa. Suami bisa emosi dan melampiaskannya kepada istri, karena suami pada dasarnya memiliki ego yang tinggi.
Islam melarang keras suami membentak istri. Hal ini sangat beralasan, di antaranya : 1. Bertentangan dengan pesan Rasulullah, 2. jasa istri tidak terukur materi, 3. doa istri sangat mustajab, 4. perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki, 5. bentakan membuat perempuan lemah, 6. menyakiti istri sama halnya menyakiti anak-anak.

Dalam QS An-Nisa 4:19, Allah berfirman :
یٰۤاَیُّهَا الَّذِیْنَ اٰمَنُوْا لَا یَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًاؕ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَاۤ اٰتَیْتُمُوْهُنَّ اِلَّاۤ اَنْ یَّاْتِیْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَیِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ-فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَیْــٴًـا وَّیَجْعَلَ اللّٰهُ فِیْهِ خَیْرًا كَثِیْرًا

Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Juga dalam sebuah hadits, Rasulullah berpesan, "Sebaik-baik kalian (adalah) yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku," (Hadits Riwayat Tirmidzi).

Nabi Muhammad melarang pasangan untuk saling membenci, karena satu karakter yang buruk. Jika istri memiliki sifat yang tak baik, maka dia mungkin memiliki banyak sifat lain yang baik sebagai alasannya. Hadits tersebut juga memerintahkan untuk berperilaku sabar atas sifat tak baik yang dimiliki pasangan. Istri memiliki sumbangsih yang besar untuk keberlangsungan suatu rumah tangga. Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui dan merawat serta mendidik buah hati, tak ada yang bisa diukur dengan materi. Di tengah kepenatannya tersebut, istri masih harus mengurus rumah tangga, memenuhi kebutuhan suami, dan memastikan rumah menjadi tempat yang layak n nyaman untuk dihuni.

Doa seorang istri sangat mustajab untuk suaminya, seperti doa untuk kesuksesan karier suami, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah. Apakah suami ingin kehilangan semua ini hanya karena membentaknya (istri)?

Perempuan itu tercipta dari tulang rusuk yang bengkok, yang dekat dengan hati laki-laki. Jadi, masih tegakah untuk membentak dan menyakitinya? Dalam hadits riwayat Muslim diceritakan, "Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus untukmu di atas satu jalan. Bila engkau ingin bernikmat-nikmat dengannya, maka engkau bisa bernikmat-nikmat dengannya, namun padanya ada kebengkokan. Jika engkau memaksa untuk meluruskannya, engkau akan memecahkannya. Dan pecahnya adalah talaknya."

Perempuan itu diciptakan untuk menjadi manusia yang terkuat. Dia bisa melakukan apa saja dan menahan derita apapun demi mendukung suami dan keluarganya. Tapi akibat bentakan suami, rontoklah kekuatan itu. Karena tidak hanya perasaannya yang rusak, tapi jiwa raganya pun ikut remuk redam.

Istri yang hatinya hancur dan jiwa raganya remuk redam akan berdampak buruk terutama bagi anak-anak. Karena hatinya tersakiti, istri (ibu bagi anak-anak) tidak bisa lagi merawat anak-anak dengan penuh cinta dan kasih sayang. Mereka akan terlantar dan tidak lagi mendapat perhatian dari ibunya. Na’udzubillahi min dzalik.

Nashrun min Allah wa fathun qariib.

Pangkur-Ngawi, 27 Mei 2024 M / 19 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 14.01 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share: