Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Sejarah Singkat Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, ...

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI

Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, ....

Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Ngawi Ikuti Rakerwil di PWM Jawa Timur

Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ngawi mengikuti Rapat Kerja Wilayah (rakerwil),...

Dikdasmen PNF PDM Ngawi Adakan O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah)

O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah) tingkat Kabupaten pada tanggal 26 - 28 Februari 2024....

Pengukuhan PDPM Kabupaten Ngawi Periode 2023-2027

Proses pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Ngawi Dr. Dwi Rianto Jatmiko, MH, M.Si, unsur Forum Pimpinan Daerah, PWPM Jawa Timur,....

Senin, 03 Juni 2024

Di Atas Panggung Tidak Selalu Bersandiwara - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Sering terjadi lembaga pendidikan mengikutsertakan siswa dalam lomba membaca puisi. Dalam praktiknya, sebelum tampil guru hanya “menyuruh” siswa yang bersangkutan untuk “berlatih sendiri” di rumah. Atau meningkat lagi, ada guru yang meluangkan waktu untuk melatih siswa. Hal yang belum pernah dilakukan yaitu bagaimana siswa menguasai panggung. Jangankan siswa, gurunya sendiri belum pernah tampil di atas panggung.

Menguasai panggung merupakan hal penting dalam acara tertentu. Penguasaan ini bukan berlaku pada pembawa acara atau yang sering disebut sebagai MC (Master of Ceremony). Semua yang berhubungan dengan audiens harus menguasai panggung. Selain pembawa acara, ketua panitia, pembina, narasumber, moderator, penyanyi, pemain musik, peserta lomba harus bisa menguasai panggung. Hal ini mengingat bahwa menguasai panggung merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu acara.

Sebagai tempat berlangsungnya pertunjukan, panggung dirancang dengan ketinggian tertentu agar para audiens bisa menonton aktivitas yang terjadi tanpa ada halangan sedikitpun. Tinggi panggung harus dirancang dengan rasio yang proporsional. Harus ada perhitungan yang cermat, misalnya gedung pertunjukan dengan luas 8 x 10 meter persegi dengan ketinggian sekitar 80 cm. Demikian pula jika pertunjukan di luar ruangan, ketinggian panggung harus diperhitungkan dengan luas area. Ada fenomena yang menarik bahwa penyedia panggung berlomba-lomba membut panggung yang tinggi yang juga disesuaikan dengan kualitas soundsystem.

Untuk kepentingan pendidikan (edukasi), saya membatasi pada pelatihan membaca puisi. Yang sering kita lihat bahwa pelatihan membaca puisi hanya dilaksanakan di lantai yang datar. Artinya tidak pernah diselenggarakan simulasi di atas panggung. Simulasi ini akan membuahkan hasil yang efektif dan efisien. Siswa yang dilatih benar-benar terlatih sebelum tampil di atas panggung. Juga guru yang mendampingi “akhirnya” benar-benar menghayati bagaimana “rasanya” berdiri di atas panggung.

Tidak semua orang berkesempatan dan berani berdiri di atas panggung. Demikian pula tidak semua guru berkesempatan dan berani berdiri di atas panggung. Apabila berkesempatan, belum tentu langsung menerima, karena boleh jadi yang bersangkutan mengalami demam panggung. Demam panggung yang berkategori berat dinamakan glossophobia, yaitu jenis fobia sosial yang membuat penyandangnya mengalami ketakutan berlebihan saat berbicara di depan orang banyak.

Sayang sekali bahwa di mata pelajaran Bahasa Indonesia, jatah waktu yang disediakan untuk membaca puisi sangat terbatas. Tidak semua siswa memperoleh pelayanan untuk praktik membaca puisi. Demikian pula sangat sedikit siswa yang berkesempatan untuk tampil di atas panggung, kalau bukan karena ada acara tertentu atau diikutsertakan dalam lomba baca puisi.

Menghayati, mengolah vokal, dan tampil merupakan tiga unsur penting dalam membaca puisi di atas panggung. Oleh sebab itu agar hasilnya maksimal, perlu diselenggarakan pelatihan yang berkali-kali. Hal ini tidak bisa dilakukan dalam sehari penuh. Beberapa hari meski dalam durasi yang pendek lebih bagus daripada satu kali pelatihan dalam waktu berjam-jam.

Menghayati berarti pembaca benar-benar memahami isi dari puisi yang bersangkutan. Pemahaman ini terbaca manakala larik-larik puisi dibaca dengan nada, aksentuasi, irama, kemerduan bahkan jeda yang tepat. Jika dengan pelantang suara, tentu diharapkan pelantang suara yang berkualitas. Jangan sampai pembaca puisi susah payah melakukan pelatihan, ternyata pelantang suara yang disediakan tidak berkualitas.

Mengolah vokal berarti pembaca puisi benar-benar melakukan pengelolaan artikulasi yang sebaik-baiknya. Jadi tidak sekedar mengucapkan kata-kata yang ada dalam larik-larik puisi melainkan harus diolah dengan jelas kapan suatu kata dibaca dengan nyaring dan lantang, dibaca dengan lembut nyaris tak terdengar, dibaca dengan tegas, dibaca dengan nada sedih, meratap, dan merintih, dan sebagainya.

Juga penampilan harus diperhatikan dan tentu saja kostumnya menyesuaikan dengan penyelenggaraan acara dan atau suasana batin yang ada dalam puisi yang bersangkutan. Intinya tidak asal berbusana, dan tidak asal tampil yang akhirnya bisa menimbulkan lelucon maupun kekecewaan audiens.

Tiap orang memiliki warna suara. Dengan kata lain bahwa warna suara itu unik. Memang warna suara seseorang tidak berhubungan langsung dengan kejelasan ucapan. Warna suara berat, tinggi, besar, atau kecil semuanya dapat menghasilkan suara yang jelas apabila pembaca tidak memiliki masalah artikulasi. Ketika puisi dibaca dengan lambat, kejelasan ucapan akan lebih terdengar. Meski sejak lahir, warna suara yang dimiliki terdengar “cempreng” tidak usah berkecil hati. Dengan berlatih secara terus menerus suara “cempreng” bisa dimanipulasi menjadi suara yang indah dan unik, bukan karena manipulasi secara elektronik melalui synchronizer maupun equalizer.

Teknik Membaca Puisi di Atas Panggung

Ada tiga teknik membaca puisi di atas panggung, yaitu membaca tekstual, membaca deklamasi, dan membaca teatrikal. Membaca tekstual memiliki ciri membawa teks pada saat tampil. Hal yang harus diperhatikan hendaknya teks ditulis atau diketik dengan font Arial yang mudah dibaca di atas kertas ukuran A5 atau separuh dari A4. Jangan menggunakan kertas yang berukuran F4, selain bisa menutupi wajah, ukuran ini terhitung tidak praktis. Juga sedapat pungkin tampilan kertas yang menarik lebih tebal mungkin bagian belakang yang mengkilat dengan warna tertentu. Kalau perlu terdapat logo dari lembaga pendidikan atau identitas lain yang relevan.

Membaca tekstual memang tidak ada tuntutan untuk dihafalkan. Dengan teknik ini, puisi yang dibaca bisa divariasikan dengan gerak tubuh, seperti berdiri, duduk, dan bergerak secara terbatas. Misalnya dengan formasi huruf V. Artinya dimulai dari tengah agak belakang, kemudian bergerak serong ke kiri, tangan kiri memegang kertas. Sampai batas tepi panggung kiri depan, kemudian pelan-pelan bergeser ke tengah depan. Jika diteruskan ke kanan, kertas berpindah ke tangan kanan dengan maksud agar tidak menutup wajah dan enak dipandang. Mendekati bait terakhir atau larik-larik terakhir bergerak ke kiri sampai titik tengah. Kemudian mundur beberapa langkah, kertas berpindah tangan ke tangan kiri. Kemudian hormat kepada audiens.

Adapun membaca deklamasi ialah teknik membaca dengan menghafal teks puisi terlebih dahulu. Saat tampil, pembaca tidak membawa teks puisi. Tampilan ini mengharuskan pembaca memiliki daya hafal yang bagus. Kini teknik ini sudah jarang diterapkan, karena dirasa tuntutannya yang berkategori berat. Jangankan pembaca, penyair sendiri sebagai pemilik puisi yang bersangkutan, tidak pernah tampil secara deklamasi.

Meski demikian, teknik ini menunjukkan keunggulan yaitu pembaca bisa secara leluasa bebas bergerak, karena tidak terikat dengan teks yang dibaca. Keunggulan berikutnya, deklamator bisa menunjukkan penghayatan yang lebih baik, ekspresi, suara, gestur, dan mimik wajah yang lebih baik dibandingkan dengan teknik tekstual.

Sedangkan membaca teatrikal merupakan teknik yang lebih kreatfi dan ekspresif. Selain hafalan yang kuat, pembaca dituntut untuk menunjukkan ekspresi, penghayatan, dan penjiwaan secara totalitas terhadap isi puisi yang dibacanya. Dengan demikian, tampilannya menjadi lebih menarik karena didukung dengan eksesoris, musik, latar, dan setting panggung.

Lalu mana yang tepat kita gunakan? Kita bisa menggunakan perpaduan antara membaca tekstual dan membaca teatrikal terbatas. Perpaduan semacam ini juga bisa menghasilkan tampilan yang totalitas, apalagi pembaca benar-benar bisa meragakan dengan gerak tangan yang relevan dan bisa mendeskripsikan larik-larik yang dibaca serta benar-benar bisa menguasai panggung.

Dengan pelatihan rutin dan mengelola gaya yang dipilih berdasarkan aspek kesiapan diri, situasi kondisi, kecocokan puisi, dan sarana pendukung yang memadai, kelak membaca puisi yang dimaksud bisa mencapai hasil yang maksimal. Pelatihan di atas panggung bisa didukung dengan kehadiran sejumlah teman yang duduk dan menyaksikan di depan panggung. Hal ini dimaksudkan untuk melatih mental dan menambah jam terbang pengalaman membaca puisi.

Langkah-langkah Membaca Puisi di Atas Panggung

Langkah-langkah pelatihan membaca puisi di atas panggung, meliputi :
  1. berdiri dengan tenang dan percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki,
  2. tubuh dihadapkan kepada penonton, kuasai mental dan situasi dengan cara mengarahkan pandangan ke sekeliling,
  3. dilanjutkan dengan memberikan salam, 4. pertama yang harus dibaca adalah judul dan nama penulis puisi dengan jelas,
  4. berhenti sejenak untuk mengambil nafas. kemudian mulailah membaca puisi dengan penghayatan penuh,
  5. selama membaca puisi harus fokus dan perhatikan larik puisi agar tidak salah membaca,
  6. tidak usah hiraukan hiruk pikuk atau riuhnya suara penonton, dalam simulasi sejumlah teman boleh menimbulkan kegaduhan,
  7. pastikan anda bersikap tenang, kemudian berhenti sejenak, embuskan napas perlahan, hormat kepada penonton sambil menunduk,
  8. tidak usah tergesa-gesa pada saat anda meninggalkan tempat pembacaan puisi,
  9. kejelasan ucapan, kriteria vokal, dan jeda harus diatur dengan tepat agar pembacaan puisi dapat maksimal. pembaca harus memperhatikan kapan saat yang tepat untuk mengambil napas dan berapa lama waktu yang diperlukan.
selain itu, masalah ketahanan dan kelancaran juga menjadi kriteria vokal yang baik. yang dimaksud dengan ketahanan adalah kekuatan vokal dari awal pembacaan sampai akhir pembacaan puisi. terutama untuk puisi panjang, ketahanan sangat dibutuhkan. jangan sampai pada akhir pembacaan puisi, kekuatan vokal sudah berkurang, 11. tampil secara prima yang menyangkut teknik muncul, blocking dan pemanfaatan latar, gerakan tubuh, dan cara berpakaian.

teknik muncul adalah cara yang ditempuh oleh pembaca puisi dalam memperlihatkan diri untuk kali pertama. teknik ini digunakan agar pembaca puisi menguasai panggung terlebih dahulu. hal kedua yang harus diperhatikan berkaitan dengan penampilan adalah blocking. blocking adalah bagaimana pembaca memosisikan tubuh pada saat membaca puisi; blocking juga berkaitan dengan pemanfaatan latar atau benda-benda yang ada di panggung; gerakan tubuh menyesuaikan jiwa puisi yang sedang dibaca. hal keempat adalah cara berpakaian; cara berpakaian berkaitan dengan pertimbangan apakah perlu menggunakan pakaian yang mendukung isi puisi; ketika sedang membacaka puisi kesedihan, misalnya, pakaian yang digunakan berwarna gelap.

Cara Menguasai Panggung saat Lomba Baca Puisi

Cara menguasai panggung saat lomba baca puisi, meliputi : 1. berdoa terlebih dulu, 2. mengarahkan pandangan ke depan seolah-olah menyapa seluruh audiens termasuk juri, 3. optimis memrioritaskan kemenangan dengan semangat yang tinggi namun tanpa beban dengan tetap enjoy.

Tentu saja tulisan yang saya sampaikan ini sangat terbatas. Ada baiknya kita benar-benar bisa memraktikkan. Saya tawarkan kepada teman-teman guru (asatidz dan asatidzah) untuk bersedia mengikuti kelas pelaatihan membaca puisi yang diselenggarakan di masa mendatang, yang pada gilirannya bisa mengimbaskan pada para siswa di kelasnya masing-masing.

Jangan sampai terjadi demam panggung yang tidak kita inginkan. Hal ini menyadarkan kita bahwa panggung harus benar-benar kita kuasai. Siapa tahu di antara kita kelak benar-benar berdiri di atas panggung, meski hanya tampil dengan durasi hanya 4-5 menit.

Ingatlah bahwa pengalaman tampil berdiri di atas panggung merupakan pengalaman yang sangat berharga dan kesempatan itu belum tentu bisa diulang. Ingat pula bahwa “Di atas panggung tidak selalu bersandiwara, melainkan memang serius membawa misi untuk menyampaikan sesuatu di depan audiens sehingga mereka bisa menikmati suasana yang kita ciptakan meski hanya sesaat!”

Pangkur-Ngawi, 01 Juni 2024 M / 24 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 20.19 WIB
*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Minggu, 02 Juni 2024

Silogisme Hipotetik Imam Al Ghazali dan Ibn Qayyim al-Jawziyyah - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Definisi Silogisme

Secara sederhana, silogisme itu proses berpikir logis. Terdapat 3 bagian dalam proses berpikir logis itu, yaitu premis-premis, pangkal tolak penalaran, dan perumusan hubungan (penarikan simpulan). Dengan kata lain, silogisme adalah penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif berdasarkan pernyataan atau premis-premis majemuk yang diberikan.

Salah satu macam silogisme, yaitu silogisme hipotetik. Silogisme hipotetik adalah silogisme yang mengandung pernyataan bersyarat untuk memenuhi suatu kondisi. Premis mayor silogisme hipotetik berupa implikasi atau pernyataan bersyarat yang ditandai dengan kata “jika” dan “maka”. Silogisme hipotetik menyimpulkan apakah suatu kondisi terpenuhi syaratnya atau tidak. Rumus silogisme hipotetik adalah: Premis mayor: p→q Premis minor: p Simpulan: q Ada empat macam tipe silogisme hipotetik:

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Contoh:
Premis 1 : Jika hujan, saya naik mobil
Premis 2 : Sekarang hujan
Simpulan : Jadi saya naik mobil

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Bila hujan, tanah akan basah
Premis 2 : Sekarang tanah basah
Simpulan : Jadi hujan telah turun

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Contoh:
Premis 1 : Jika harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok akan naik
Premis 2 : Harga BBM tidak naik
Simpulan : Jadi harga kebutuhan pokok tidak akan naik

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Bila mahasiswa melakukan demonstrasi, pemerintah akan gelisah
Premis 2 : Pemerintah tidak gelisah
Simpulan : Jadi mahasiswa tidak melakukan demonstrasi

Contoh silogisme hipotetik Premis mayor: Jika sepatuku masih basah, aku akan pergi menggunakan sandal. Premis minor: Aku pergi menggunakan sandal. Simpulan: Sepatuku masih basah.

Definisi Bahagia Menurut Imam Al-Ghazali dan Ibn Al-Qayyim

Kebahagiaan merupakan tujuan akhir manusia dalam hidupnya, namun konsep kebahagiaan yang sebenarnya telah menjadi perdebatan di antara para filsuf, termasuk di dalamnya para pemikir Islam.

Dalam perspektif Islam, kebahagiaan tidak hanya sekadar memperoleh kepuasan duniawi, namun juga merupakan upaya memperoleh keridhaan Allah. Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim, dua tokoh Islam terkemuka, mengajarkan konsep kebahagiaan yang mendalam dan kompleks.

Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali, seorang ulama Muslim abad ke-11, dikenal sebagai salah satu pemikir Islam terbesar di dunia. Ia menulis beberapa karya penting yang banyak dibaca dan dipelajari hingga saat ini, di antaranya "Ihya Ulumuddin" dan "Kimiyah Sa'adah".

Dalam karyanya, Al-Ghazali menyatakan bahwa bahagia sejati tidak hanya terletak pada kesenangan materi atau kenikmatan duniawi, namun juga terletak pada kesadaran spiritual.

Menurut Al-Ghazali, kesadaran tersebut dapat diperoleh melalui kepatuhan terhadap ajaran agama, memperbanyak amal kebajikan, dan menghindari perilaku buruk.

Dalam "Kimiyah Sa'adah", Al-Ghazali menulis, "Kebahagiaan sejati adalah meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia, dan kesadaran tersebut hanya bisa diperoleh melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual."

Empat Macam Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali :

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia, saya merasa bahagia
Premis 2 : Sekarang saya bisa meraih kesadaran tentang realitas diri dan keadaan manusia
Simpulan : Jadi saya merasa bahagia

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Sekarang saya meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Saya tidak meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Contoh:
Premis 1 : Jika saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual, saya tidak bahagia
Premis 2 : Saya tidak bahagia
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual

Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah

Ibn Qayyim al-Jawziyyah, seorang ulama Muslim abad ke-13, juga dikenal sebagai salah satu pemikir Islam terbesar di dunia. Ia menulis beberapa karya penting seperti "Madarijus Salikin" dan "Zadul Ma'ad".

Ibn Qayyim menyatakan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat dicapai melalui materi atau kenikmatan duniawi semata, namun terletak pada hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia. Ia menyatakan, "Kebahagiaan sejati adalah keadaan jiwa yang merasakan kedekatan dengan Allah, dan keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa."

Ibn Qayyim juga menekankan pentingnya kehidupan dalam kesederhanaan dan keseimbangan, serta menekankan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa diperoleh dengan mengikuti ajaran agama secara tulus dan ikhlas.

Empat Macam Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa meraih kedekatan dengan Allah, saya merasa bahagia
Premis 2 : Sekarang saya bisa meraih kedekatan dengan Allah
Simpulan : Jadi saya merasa bahagia

2. Silogisme hipotetik yang premis minonnya mengakui bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Sekarang saya meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari anteseden

Premis 1 : Jika saya bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya meraih kebahagiaan sejati
Premis 2 : Saya tidak meraih kebahagiaan sejati
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya

Premis 1 : Jika saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa, saya tidak bahagia
Premis 2 : Saya tidak bahagia
Simpulan : Jadi saya tidak bisa memperoleh kesadaran melalui keadaan sosial yang berdampak pada kedamaian hati dan ketenangan jiwa

Dengan memperhatikan penjelasan tersebut di atas, kita dapat menandai dengan tanda [x] atau [v] pada bagian yang kita nyatakan sebagai capaian pada hari ini. Silakan Anda menandai sesuai dengan capaian secara jujur dan terbuka! Satu tanda [x] atau [v] untuk Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Imam Al-Ghazali dan satu tanda [x] atau [v] untuk Silogisme Hipotetik berdasarkan Definisi Bahagia Ibn Qayyim al-Jawziyyah.

Implikasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Pandangan Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim tentang kebahagiaan memiliki implikasi besar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua tokoh ini menekankan pentingnya menjaga kesimbangan antara kebutuhan jasmani dan spiritual dalam hidup. Ini berarti bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dicapai hanya dengan mengejar kebahagiaan duniawi semata, melainkan juga harus mencari kebahagiaan yang berasal dari hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia.

Oleh karena itu, untuk mencapai kebahagiaan sejati, kita perlu terus memperbanyak amal kebajikan, mempraktikkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan menghindari perilaku buruk.

Firman Allah dalam QS Al-Qashash 28:77
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ۝٧٧


wabtaghi fîmâ âtâkallâhud-dâral-âkhirata wa lâ tansa nashîbaka minad-dun-yâ wa aḫsing kamâ aḫsanallâhu ilaika wa lâ tabghil-fasâda fil-ardl, innallâha lâ yuḫibbul-mufsidîn

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Pengingat

Dalam perspektif Islam, kebahagiaan bukanlah sekadar memperoleh kepuasan duniawi semata, namun juga merupakan upaya memperoleh keridhaan Allah. Imam Al-Ghazali dan Ibn Qayyim mengajarkan definisi kebahagiaan yang mendalam dan kompleks, yang tidak hanya terletak pada kesenangan materi atau kenikmatan duniawi, melainkan juga terletak pada kesadaran spiritual dan hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu terus mempraktikkan nilai-nilai Islam dan menghindari perilaku buruk untuk mencapai kebahagiaan sejati. Mengejar dunia sebagai tujuan akan sangat merugikan, kita dianjurkan mengejar akhirat sebagai tujuan akhir. Kejarlah akhirat, maka dunia akan kau genggam dengan mudah. Segala urusan dunia akan dimudahkan oleh Allah ketika tujuan kita untuk mengejar akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan cerai beraikan urusannya, lalu Allah akan jadikan kefakiran selalu menghantuinya, dan rezeki duniawi tak akan datang kepadanya kecuali hanya sesuai yang telah ditakdirkan saja. Sedangkan, barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai puncak cita-citanya, maka Allah akan ringankan urusannya, lalu Allah isi hatinya dengan kecukupan, dan rezeki duniawi mendatanginya padahal ia tak minta”. (Hadits Riwayat Baihaqi dan Ibnu Hibban)

https://www.kompas.com/skola/read/2022/06/04/115916169/silogisme-kategorik-silogisme-hipotetik-dan-silogisme-alternatif.
https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230926130934-561-1003860/kumpulan-contoh-soal-silogisme-skd-cpns-dan-jawaban.
https://www.kompasiana.com/jaenalmuttaqin/6420004d08a8b5782f3e7eb2/definisi-bahagia-menurut-imam-al-ghazali-dan-ibn-al-qayyim?page=all#section1

Pangkur-Ngawi, 01 Juni 2024 M / 24 Dzulqa’idah 1445 H pukul 13.30 WIB
*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Kamis, 30 Mei 2024

Dawam di Bayyati Saja! - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


“Belajar di waktu muda laksana mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua laksana melukis di atas air.” Bagi yang masih muda belia, masih ada kesempatan untuk belajar yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya tentang apa saja sesuai dengan kompetensi dan bakat masing-masing. Bagi yang sudah tua, tidak usah tersinggung karena terlanjut “menyia-nyiakan waktu”, tahu-tahu sudah tua. Optimis saja untuk mengisi hari-hari dengan berpegang pada ungkapan “Jangan Pernah Berhenti Belajar!”.

Salah satu upaya belajar di antaranya ialah “Tidak ada kata terlambat untuk belajar membaca Al-Qur’an”. Bagi yang muda belia, masih ada kesempatan untuk membaca Al-Qur’an dengan indah dan berusaha memahami maknanya. Bagi yang sudah tua, tetap berusaha membaca Al-Qur’an dan berusaha memahami maknanya. Kesempatan tetap ada.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala. ”(Hadits Muttafaq ‘Alaih).

Ingatlah bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mulai menghafal Al-Qur’an di usia 41 tahun! Artinya mulai berlaku menghafal Al-Qur’an satu tahun kemudian sejak beliau dinobatkan sebagai Rasul Allah. Kita ingat pula bahwa rata-rata usia para sahabat beliau mulai belajar Al-Qur’an adalah 30 tahun. Di antara mereka bahkan ada yang mantan pemaksiat, mereka juga adalah kaum buta huruf. Dengan maghfirah-Nya, Allah telah menutup dosa-dosa mereka.

Di hadapan Allah, nilai membaca Al-Qur’an, menghafal, dan memahaminya adalah sama. Membaca adalah kunci pembuka menuju pemahaman. Memahami akan meyakinkan kita tentang keharusan menghafal Al-Qur’an. Kuncinya ada pada niat. Selain niat kuat untuk senantiasa membaca Al-Qur’an dalam setiap kesempatan. Kita mesti ingat dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Seseorang yang tak ada sedikitpun Al Qur’an dalam hatinya seperti rumah yang rusak”. Oleh sebab itu pula, kita mesti memperhatikan bahwa membaca Al-Quran dengan irama yang merdu bukan hanya dibolehkan dalam islam, bahkan dianjurkan.

Seni membaca Alquran (An-Nagham fil Qur’an) adalah seni mengindahkan suara tilawah membaca Al-Qur’an. Dengan kata lain, Ilmu An-Nagham fil Qur'an adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana membaca Al-Qur’an dengan suara dan irama yang indah, dengan tetap memperhatikan ilmu tajwid. Sebagai firman Allah, pesan-pesan di dalam Al-Qur’an diturunkan secara kontekstual. Sebagai petunjuk, Al-Qur’an merupakan sumber hukum dan ajaran luhur, yang uniknya bahwa ayat-ayata di dalamnya yang kita baca huruf-hurufnya secara lisan akan mendatangkan pahala. Oleh sebab itu kita diperintahkan untuk membacanya secara lisan dengan mengindahkan bacaan.

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,”Hiasilah Al-Quran dengan suaramu (yang merdu), karena sesungguhnya suara yang indah (merdu) itu dapat menambah Al-Quran semakin indah.” (Hadits Riwayat Abu Dawud 1648, An-Nasa’i 1015, Al-Darimi 3501, dan Al Hakim).

Dalam buku “Matan Al-Jazariyah”, Imam Ibnu Al-Jazari, salah satu pakar dalam ilmu bacaan Al-Quran, menjelaskan bahwa membaca Al-Quran sesuai dengan kaidah tajwid adalah sebuah keharusan, karena Allah menurunkan Al-Quran dengan tajwid, dan Al-Quran sampai kepada kita dengan tajwid.

Qira’ah merupakan salah satu keterampilan dalam membaca Al-Qur’an dengan alunan suara merdu. Menurut para ahli qurra di Indonesia, irama bacaan al-Quran terbagi menjadi tujuh macam dasar tilawah gaya mujawwad, yakni: Bayyati (Husaini), Hijazi (Hijazi), Jiharkah, Nahawand (Iraqi), Rast (Rasta al-Annawa), Shaba (Maya), dan Sikah.

Para pakar al-Quran memahami bahwa tartil adalah membaca al-Qur'an dengan bacaan yang benar berdasarkan kepada kaidah ilmu tajwid. Sedangkan tilawah pada dasarnya adalah perintah Allah seperti ditegaskan dalam QS Al-Ankabut: 45 : utlu ma uhiya ilaka ('bacalah apa yang wahyukan oleh Tuhanmu kepadamu'.).

Tilawah mujawwad adalah teknik membaca Al-Qur’an yang dilantunkan dalam perlombaan ataupun acara-acara tertentu. Teknik ini menggunakan irama tertentu dan membutuhkan teknik pernafasan tingkat tinggi. Tilawah mujawwad dilantunkan dengan ritme yang lebih lambat daripada murattal.

Irama Bayyati ditandai dengan suara lembut meliuk-liuk, memiliki gerak lambat dengan pergeseran nada yang tajam waktu turun naik dan sering terjadi secara beruntun. Irama bayyati memiliki empat tingkatan nada. Biasanya irama ini digunakan sebagai lagu pembuka dan penutup. Contoh Irama Bayyaati bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=5kaiLhC958I (Belajar Pemula! Al-Fatihah Irama Bayyati Merdu Bisa Diikuti In sya’a Allah) Irama Bayyati identik dengan lantunan yang lambat, dengan ragam tingkatan nada : Bayyati Asli Qarar, Bayyati Asli Nawa, Bayyati Husaini Nawa, Bayyati Asli Jawab, Bayyati Asli Jawabul Jawab, dan Bayyati Syuri Jawabul Jawab.

Irama Hijaz adalah irama gerak lambat dan penuh khidmat. Hijaz berkarakter khas ketimuran, terkesan indah, dan asli mendasar. Biasanya, hijaz digunakan setelah nahawand. Karena itu, maqom hijaz diawali dengan akhir nada jawab nahawand sebelumnya. Jika tidak maka akan timbul nada sumbang. Hijaz memiliki empat tingkatan nada yaitu: Hijaz ashli, Hijaz kard, Hijaz kurd, dan Hijaz kard-kurd.

Irama Jiharka adalah irama berkarakteritik raml atau minor, terkesan mendayu-dayu sangat manis didengar, dan menimbulkan perasaan yang dalam. Irama ini berasal dari wilayah Afrika, kemudian dimodifikasi oleh para pakar lagu Arab dan Mesir, yang akhirnya tergabung dalam lagu-lagu Mesir. Irama ini sering dilantunkan saat takbiran hari raya, baik `Idul Fitri maupun `Idul Adha. Awal lagu jiharkah biasanya sama dengan awal lagu sikah, kemudian dilanjutkan dengan suara minor yang relatif lurus dan diikuti oleh nada yang sedikit lebih tinggi. Gerakan-gerakan yang sama sebelumnya tetap dijaga dan kemudian diakhiri dengan gerakan nada yang lurus secara wajar. Jiharka memiliki dua macam tingkatan nada yaitu Jiharka Awal Maqam dan Jiharka Maqam Jawab. Irama Jiharkah dikenal sebagai irama yang mendayu-dayu dan menimbulkan perasaan yang cukup mendalam. irama ini berasal dari wilayah Afrika dan kemudian dimodifikasi oleh para pakar lagu Arab dan Mesir, yang akhirnya tergabung dalam lagu-lagu Mesir.

Contoh Irama Jiharkah bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=VimM-jnLKBg (IRAMA JIHARKAH - SURAT AL MULK | Bilal Attaki) Irama Rast adalah irama dengan gerak ringan, cepat, dan lincah. Irama ini terdiri atas empat tingkatan nada, yaitu rast awal maqom, rast syabir, rast alan nawa dan rast zanjiran. Contoh Irama Rast bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=ZvdHeN9U34A (Rast Banjakah: Variasi Irama Hijaz ; Ustadz Salim Ghazali - Surah Al-Israa’ ayat 58-64).

Irama Sika adalah jenis irama dengan karakteristik gerakan lambat, khidmat, ketimuran, merakyat, dan mudah dikenali. Terdapat beberapa jenis sika yaitu, Sika ashli atau awal maqam, Sika Raml, Sika Turky, dan Sika Iraqy.

Irama Nahawand merupakan irama dengan gerak ringan namun berkesan, sederhana memikat jiwa, dan sesuai dengan tabaqat yang sederhana. Karena itu, ia lebih cocok dan sesuai digunakan untuk ayat-ayat doa dan kesedihan. Contoh Irama Nahawand bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=06OgX80ZEfA (TUTORIAL IRAMA NAHAWAND UNTUK PEMULA | Bilal Attaki QS As-Syam, QS Al-Kautsar, QS Al-Maa’uun).

Irama Nahawand Untuk melantunkan ayat-ayat Al Qur'an yang bernuansa kesedihan, nahawand adalah jenis irama lagu yang tepat untuk digunakan. Nahawand biasanya diawali dengan nada yang terletak antara nawa dan jawab. Nahawand memiliki beberapa tingkatan nada untuk maqomnya yaitu: Nahawand usaq, Nahawand awal maqom, Nahawand nakriz, Nahawand murakkab, dan Nahawand jawab.

Irama Rast adalah irama gerak ringan, cepat, dan lincah. Biasanya digunakan untuk mengumandangkan adzan dan mengimami shalat. Rast memiliki empat tingkatan nada yaitu: Rast awal maqom, Rast syabir, Rast alan nawa, dan, Rast zanjiran. Contoh Irama Rast bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=C4pk5D7Apc8 (SURAH ALKAHFI FULL IRAMA RAST USTADZ MOH ULIN NUHA MSI).

Irama Shaba. (Bahasa Arab : Rindu) irama yang menggambarkan kerinduan mendalam, berkarakter lembut, halus serta terdengar sedih. Irama Shaba mempunyai sifat : 1. gerak ringan dan cepat, 2. Lemah lembut dan mendayu-dayu, 3. Sesuai dengan tingkatan suara sederhana,4. Menenangkan jiwa. Kegunaannya : 1. Menenangkan jiwa, 2. Membawa rasa khusyu’ dan keinsafan, 3. Memberi penyesuaian pada ayat yang menunjukkan kegembiraan, sedih, dan merayu. 4. Membawa kepada kelembutan dan kefasihan ucapan. Adapun maqam irama shaba terbagi dalam 4 tingkatan, yaitu : 1, Shaba Asli (Shaba Awal Maqam), 2. shoba mangal ajam (Ajami, Jawab), 3. Quflah Bastanjar, dan 4. Shaba Mahur. Contoh Irama Shaba bisa disimak pada video dengan tautan https://www.youtube.com/watch?v=smEuH34945M (Belajar Irama Shaba Bagi Pemula | Lanjutan Maqam Bayyati | Surah Al - 'Ala Ayat 8-14 oleh Takdir Feriza Hasan).

Ketujuh irama tersebut di atas belum tentu bisa kita kuasai. Kita tetap belajar membaca dengan irama yang bisa kita kuasai. Jika hanya irama bayyati yang kita sukai dan bisa, ya dawam di bayyati saja!.

Pangkur-Ngawi, 22 Mei 2024 M / 13 Dzu l-Qa’idah 1445 H Pukul 16.04 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share: