Media Pustaka, Informasi dan Digitalisasi

Sejarah Singkat Muhammadiyah

Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, ...

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI NGAWI

Fajar pencerahan Gerakan Muhammadiyah di kabupaten ngawi dimulai pada tahun 1918 yang kemudian secara resmi menjadi perkumpulan pada tahun 1925, ....

Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Ngawi Ikuti Rakerwil di PWM Jawa Timur

Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ngawi mengikuti Rapat Kerja Wilayah (rakerwil),...

Dikdasmen PNF PDM Ngawi Adakan O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah)

O2SM (Olimpiade Olahraga Sains Muhammadiyah) tingkat Kabupaten pada tanggal 26 - 28 Februari 2024....

Pengukuhan PDPM Kabupaten Ngawi Periode 2023-2027

Proses pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Bupati Ngawi Dr. Dwi Rianto Jatmiko, MH, M.Si, unsur Forum Pimpinan Daerah, PWPM Jawa Timur,....

Senin, 10 Juni 2024

Parenting : Ada Apa dengan Bahasa Ibu? - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat*)


QS Ar-Rum · 30:22
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ ۝٢٢

wa min âyâtihî khalqus-samâwâti wal-ardli wakhtilâfu alsinatikum wa alwânikum, inna fî dzâlika la'âyâtil lil-‘âlimîn

Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.

Tafsir Wajiz

Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah penciptaan langit tanpa penyangga dan bumi yang terhampar, demikian pula perbedaan bahasamu yang diucapkan dengan mulut yang terdiri atas unsur yang sama: bibir, gigi, dan lidah; dan perbedaan warna kulitmu meski kamu berasal dari sumber yang satu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda eksistensi dan keesaan-Nya bagi orang-orang yang mengetahui atau berilmu. Dari 8.324 bahasa, sekitar 7.000 masih digunakan. Situs web Ethnologue, Languages of the World, salah satu situs yang otoritatif dan banyak dikutip oleh linguis, mencatat bahwa bahasa yang digunakan di dunia berjumlah 7.168 (perbedaan bahasa).

Al-Qur’an menyebut cara berbahasa dan komunikasi yang baik itu dengan istilah Qaulan Ma’rufan (QS An-Nisa’ ayat 5 dan ayat 8). Qaulan ma’rufan adalah kalimat dan kata yang sopan, lemah lembut, ungkapan yang pantas dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan yang mendengar atau diajak bicara.

Ma’rufa identik dengan kata ‘urf yang bermakna budaya. M. Quraish Shihab menyatakan ma’ruf secara bahasa artinya baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Karena itu Qaulan ma’rufan berarti perkataan yang pantas dengan latar belakang dan status seseorang, menggunakan sindiran (tidak kasar) dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan serta pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kemaslahatan.

Selain Qaulan ma’rufan, Al-Qur’an juga menyebut istilah Qaulan Sadida (QS An-Nisa’ 4:9) yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut perkataan yang benar dan jujur. Perkataan yang kita sampaikan hendaknya perkataan yang benar dan jujur, bukan berbohong atau mengandung penipuan. Kemudian ada istilah Qaulan Baligha (QS An-Nisa’ 4:63), yang artinya perkataan yang tetap sasaran dan mudah dimengerti serta berbekas di jiwa. Al-Qur’an juga menggunakan istilah Qaulan Karima (QS Al-Isra 17:23), yang artinya perkataan atau ucapan yang mulia, bukan kata yang penuh cacian, kasar lagi keras. Ada pula istilah Qaulan Layyinan (QS Thaha 20:44), artinya perkataan yang lemah lembut yang menggugah kesadaran. Terakhir adalah Qaulan Maysura (QS Al-Isra 17:28) yang artinya perkataan yang ringan, mudah dimengerti dan dipahami.

Menjadi tugas orang tua, para pendidik, dan para pemimpin untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak didik dan generasi penerus bangsa. Salah satunya adalah dengan mengajarkan berbahasa dan berkomunikasi yang baik. Cara berbahasa yang baik adalah cermin dari karakter diri. Menggunakan istilah Al-Qur’an, berbahasa dan berkomunikasilah dengan Qoulan ma’rufan, Sadidan, Baligha, Karima, Layyinan dan Maysura. (Dr. Mukhtar Hadi, MSi (Direktur Pascasarjana IAIN Metro) 16.01.23)
https://www.metrouniv.ac.id/artikel/penggunaan-bahasa-dan-karakter-diri/

Ibu adalah Sekolah Pertama

Bahasa Ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seorang anak kecil (sejak kecil) secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya. Dikatakan Bahasa Ibu, karena anak (anak-anak) belajar berkomunikasi dengan bahasa yang dipergunakan oleh Ibu. Secara intensif setiap hari Ibu mengajari mereka mengucapkan kata-kata tertentu untuk mengenalkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Awalnya tidak langsung paham, lama kelamaan mereka paham. Awalnya tidak langsung bisa mengucapkan dengan ucapan yang benar, lama kelamaan mereka bisa fasih (dengan lancar, tepat, dan benar) ucapan dan makna yang dimaksud. Dari Bahasa Ibu, mereka menerima transformasi pendidikan pertama dengan tahap-tahap yang mendasar tanpa kurikulum.

Hafez Ibrahim (24 Februari 1872 – 21 Juni 1932) adalah seorang penyair Mesir terkenal dari awal abad ke-20. Ia dijuluki "Penyair Sungai Nil", dan kadang-kadang "Penyair Rakyat", karena komitmen politiknya kepada orang miskin. Salah satu ungkapannya yang terkenal, yaitu “al-Ummu Madrasatul-ula, iza a'adadtaha al'dadta sya'ban thayyibal a'raq!” artinya “Ibu adalah Sekolah Pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya!” (Murtafiah, 2019). Kata “al-ummu (الأُمُّ)” atau “ummun (أُمٌ)”, artinya ibu. Misalnya: Ummu Badriyah (Ibu Badriyah), Ummu Fadil (Ibu Fadil), Ummu Syamsiyah (Ibu Syamsiyah), Ummu Yazid (Ibu Yazid). Sedangkan panggilan anak kepada ibunya (ibu kandungnya), adalah “ummi” yang berarti “Ibu” atau “Ibuku”, dan ibu-ibu pada umumnya disebut “ummah”. Terkait dengan kebangsaan disebut “ummat” karena terbayang di komunitas tersebut terdapat peran ibu-ibu.

Dikatakan “al-ummu madrasatul ula” – “Ibu adalah Sekolah Pertama”, karena berawal dari ibulah, anak-anak memperoleh pendidikan. Dari ibulah, mereka belajar mengenali hal-hal baru dalam hidupnya. Mereka belajar menyimak dan berbicara, menimba ilmu dan adab yang mulia, serta menempa kepribadiannya demi mengarungi kehidupan yang luas bagai samudera di masa mendatang.

Dengan kata lain, ibu berperan dan bertanggung jawab dalam mendidik dan mengajar anak-anaknya. Dari ibu, anak-anak termotivasi untuk belajar sesuatu. Ibu adalah sosok pertama yang memperkenalkan dan mengajarkan anak terhadap dunia. Ibu memberi inspirasi dan berpengaruh dalam membentuk pola pikir anak. Dalam keluarga, berperan penting mendidik dan mengajar tentang keyakinan beragama, adab dan norma, fisik dan mental, intelektual, dan psikologi anak-anak sehingga terbentuk kepribadian yang baik dalam diri mereka.

Dengan Bahasa Ibu, anak usia dini mengenal dunia sekitarnya. Dengan mekanisme mekanisme pengenalan dunia sekitar, pancainderanya menunjukkan kinerja yang berlanjut sampai ke saraf pusat. Dengan Bahasa Ibu, mereka bisa mengungkapkan keinginannya. Dengan Bahasa Ibu, mereka menempuh beragam aspek perkembangan yang menyangkut agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, sosial-emosional, bahasa, dan seni. Pada tahap ini, terjalinlah komunikasi dan interaksi antara anak dan orang sekitar, terutama Ibu.

Dengan Bahasa Ibu, anak-anak yang mulai menyimak dengan mengenal ucapan dari ibu atau orang lain yang lagi berkomunikasi dengan mereka, kemudian mereka mencoba meniru dengan mengucapkan “kata yang kurang lebih sama bunyinya”. Dalam masa pertumbuhan, bayi mulai belajar untuk memanggil “Ibu” atau “Mama” atau “Ummi”, “Ayah” atau “Papa” atau “Abi”. Komunikasi yang terjadi menjadi dasarpengalaman pendengaran dan penglihatan mereka terhadap bahasa sekitar.

Ketika telah mampu bersuara, pelan-pelan mereka belajar kosakata dengan tata bahasa sederhana. Mereka mulai memahami makna tiap kata yang bergantung pada pengalamannya. Pelafalan kata-kata pun bergantung pada pola pengasuhan di lingkungan terdekat dan perbedaan domisili. Dengan demikian, perkembangan Bahasa Ibu bagi mereka menjadi bagian terpenting dalam perkembangan komunikasi anak usia dini. Hal inilah yang tidak boleh lepas dari perhatian orang tua dan pendidik.

Anak-anak mendengar dan melihat orang-orang di sekitarnya berbicara. Dengan cermat, mereka mendengar kata diucapkan, sekaligus mereka melihat gerakan bibir saat mengucapkan kata yang dimaksud. Kemampuan fisiologi semacam ini diteruskan ke saraf pusat yang menjadi titik utama kemampuan kognitif mereka. Mereka mulai menguasai dan memahami percakapan yang terjadi, dan dapat mengucapkan dari bagian percakapan yang dimaksud.

Bahasa Ponsel Bahasa Kedua (?)

Saat Ibu Muda sibuk karena profesi, biasanya pengasuhan anak diserahkan kepada asisten rumah tangga (ART). Tidak semua ART memahami pendidikan, namun punya bekal dalam pengasuhan meski tidak sepenuhnya. Ponsel sebagai produk teknologi multifungsi menjadi sasaran dipergunakan sebagai mainan anak-anak. Yang penting mereka diam, tidak rewel, dan asyik dengan pencarian hal-hal baru yang mereka sukai. Boleh jadi mereka terjun secara mandiri dalam komunikasi dengan bahasa yang berbeda dengan Bahasa Ibu, katakanlah Bahasa Kedua.

Anak usia 2 - 4 tahun boleh jadi memiliki bakat terpendam dengan karakter memiliki kemampuan luar biasa di bidang seni, menghitung atau mengingat angka, kosakata yang beragam, rasa ingin tahu yang tinggi, tidak bisa berhenti bertanya, berkonsentrasi pada satu tugas untuk jangka waktu yang panjang, sangat senang ketika mengerjakan hal yang sesuai dengan ketertarikan mereka, suka menerima tantangan dengan aktivitas sulit, berdaya imajinasi tinggi, serta mampu mengingat fakta dengan mudah dan bisa menceritakan kembali informasi yang mereka terima.

Selidik punya selidik, Ibu merasa curiga lalu melakukan observasi ringan di waktu senggangnya. Ternyata dengan ponsel, si buah hati memiliki akses ke beragam sumber informasi dan sumber belajar yang tidak terbatas. Ibu baru tahu bahwa si buah hati punya bakat terpendam. Ia pernah berpesan kepada ART agar membatasi si buah hati memegang ponsel. Namun, ART tidak berkuasa untuk melarang. Ada pembiaran kepada si buah hati untuk berlama-lama “bermain” ponsel.

Setelah diadakan “tes” ternyata si buah hati hampir bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan Ibu. Si Ibu merasa bangga dan gembira karena ia menemukan bakat terpendam anaknya. Ia pun baru tahu bahwa si anak mempunyai Bahasa Kedua. Jika Bahasa Pertama atau Bahasa Ibu-nya adalah Bahasa Jawa, kini si anak “telah menguasai” Bahasa Kedua, yaitu Bahasa Indonesia.

Alih Kode Vs Campur Kode

Dalam kajian sosiolinguistik, anak yang memiliki dua bahasa (dwi bahasa) tidak bisa menghindari alih kode dan campur kode. Bahasa sebagai alat komunikasi, di era digital dikenal dengan kode komunikasi.

Model komunikasi coding-decoding pertama kali dikembangkan oleh pakar kajian budaya Stuart Hall pada tahun 1973. Stuart Hall memberi judul penelitiannya 'Encoding dan Decoding dalam Wacana Televisi. ' Esai Hall menawarkan pendekatan teoretis tentang bagaimana pesan media diproduksi, disebarluaskan, dan ditafsirkan.

Jika dirunut, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali kurang lebih 3000 tahun SM. Bahkan, menurut Noam Chomsky, bahasa muncul sekitar 60.000 hingga 100.000 tahun yang lalu di Afrika. Sebelum bahasa ditemukan, diperkirakan manusia berkomunikasi menggunakan suara-suara yang dihasilkan oleh mulut dan melalui gerakan tubuh saja.

Berdasarkan informasi sekilas tersebut di atas, bahasa primitif sekalipun sebenarnya terjadi mekanisme coding-decoding. Artinya hanya masyarakat pengguna bahasa primitif tersebut yang “fasih berbahasa”. Orang-orang di luar menganggap “coding-decoding” sebagai sesuatu yang rahasia, yang pada gilirannya tidak memahami atau tidak mengerti komunikasi yang sedang terjadi.

Dengan kata lain, bahwa coding-decoding sebenarnya telah dipergunakan oleh warga dunia dengan ragam kecerdasannya pada puluhan ribu tahun yang lalu!

Kembali ke Laptop!

Satu bahasa menunjukkan satu paket rantai panjang coding-decoding. Berarti, dua bahasa menunjukkan dua paket rantai panjang coding-decoding. Dalam hal ini balita (atau siapapun) mengalami Campur Kode manakala apa yang akan disampaikan tidak berada dalam satu kode atau bahasa yang sama. Satu kata dengan Bahasa Pertama sedangkan kata berikutnya dengan Bahasa Kedua, demikian seterusnya. Dengan harapan ucapan yang disampaikan bisa dimengerti oleh lawan bicara (Ibu, ART, anggota keluarga lainnya).

Campur kode adalah penyisipan unsur bahasa kedua (kode komunikasi yang berbeda) di saat menggunakan bahasa pertama. Sedangkan Alih Kode merupakan peralihan klausa dari suatu bahasa ke klausa bahasa lain. Dalam hal ini klausa dianggap merupakan satu rangkaian kode terintegrasi yang dipahami oleh komunikator dan komunikan.

Dalam hal ini anak-anak tidak merasa khawatir atau tidak begitu peduli bahwa komunikasi yang mereka sampaikan menunjukkan Campur Kode.

Melestarikan Bahasa Ibu

Kita sadari dan akui bersama bahwa Bahasa Daerah, misalnya Bahasa Jawa adalah Bahasa Ibu atau Bahasa Pertama dan Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Kedua. Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi telah mendominasi dalam rentang waktu 24 jam. Di sekolah selama 7 jam peserta didik menerima transformasi pendidikan dan pengajaran dengan Bahasa Indonesia. Di luar pembelajaran mereka berhadapan dengan gawai dengan komunikasi Bahasa Indonesia. Kapan efektif menggunakan Bahasa Jawa?

Oleh sebab itu, dengan memperhatikan kondisi semacam ini, sudah sepatutnya kita berusaha melestarikan Bahasa Daerah masing-masing. Cara termudah, dalam satuan terkecil, orang tua berperan dengan kesadaran penuh menggunakan Bahasa Ibu (Bahasa Daerah) dalam komunikasi di tingkat keluarga. Demikian pula di tingkat hidup bertetangga. Sebab, bila tidak dilestarikan Bahasa Ibu akan tergerus oleh peradaban modern yang cenderung menggunakan Bahasa Indonesia (Bahasa Kedua) dan atau Bahasa Asing (Bahasa Ketiga).

Disadari atau tidak bahwa Ibu memang sebagai Madrasah Pertama. Di madrasah pertama inilah, Ibu mengajari Qaulan ma’rufan, Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Karima, dan Qaulan Layyinan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan harapan budi bahasa (adab), dan budi daya (budaya termasuk bahasa di dalamnya) bisa diwariskan kepada anak-anaknya, yang pada gilirannya bisa dilestarikan.

Harus kita ingat dan kita merasa prihatin bahwa di Indonesia, ada sebelas Bahasa Daerah yang mengalami kepunahan, yaitu bahasa : 1. Hoti – Maluku, 2. Hukumina – Maluku, 3. Kajeli - Kayeli Maluku, 4. Mawes – Papua, 5. Moksela – Maluku, 6. Nila – Maluku, 7. Palumata – Maluku, 8. Piru – Maluku, 9. Serua – Maluku, 10. Tandia - Papua Barat, dan 11. Ternateno - Maluku Utara. Sebagai catatan bahwa kepunahan suatu bahasa disebabkan oleh : 1. berkurangnya jumlah penuturnya karena penutur aslinya tinggal beberapa orang saja, 2. terdesak oleh pengaruh bahasa-bahasa daerah lain yang lebih dominan.

Sedangkan pergeseran penggunaan bahasa dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia disebabkan oleh : 1. Lingkungan pergaulan yang majemuk bahasa dan suku, 2. medan tugas yang relatif tidak tetap atau berpindah-pindah, dan 3. orang tua berlainan suku. Bagaimanapun dalam keluarga, Ibu tetap berperan menjaga komunikasi dengan bahasa tutur yang dikuasai dan tetap dipergunakan dalam bertutur dengan anak-anaknya. Bukan berarti fanatisme terhadap Bahasa Daerah, melainkan siapa lagi kalau bukan kita (keluarga) yang melestarikan. Perkara Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua, sebenarnya anak-anak sudah bisa beradaptasi sewaktu hadir di sekolah dan berbaur dengan teman-teman yang berbeda suku dan bahasa daerah.

Seperti dalam tulisan ini yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, penulis tetap menggunakan Bahasa Jawa dalam pergaulan sehari-hari baik mode Ngoko maupun mode Krama Madya dengan siapapun terutama dalam lingkup yang tidak formal. Meski Bahasa Jawa, sebagai bahasa daerah terbanyak penuturnya di antara 715 bahasa daerah, tidak menutup kemungkinan di waktu mendatang bakal tergerus dan populasi penuturnya bakal berkurang apabila anak-anak kita sebagai generasi penerus sudah tidak lagi mampu atau bersedia menggunakan Bahasa Jawa sebagai Bahasa Ibu.

Dalam rangka menjaga keanekaragaman budaya dan bahasa di Indonesia, pelestarian bahasa daerah menjadi suatu hal yang sangat penting. Pendidik, orang tua, literat, budayawan, sastrawan, dan masyarakat dapat berperan aktif dalam melestarikan bahasa daerah agar tetap hidup dan terus berkembang. Salah satu alasan utama pentingnya melestarikan bahasa daerah adalah untuk melindungi warisan budaya. Bahasa daerah merupakan salah satu wujud nyata dari tradisi, sejarah dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu komunitas. Melalui bahasa, cerita rakyat, dongeng, dan pengetahuan genetik dapat dilestarikan.

Referensi :
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7231619/kemendikbud-ungkap-11-bahasa-daerah-di-indonesia-punah-ini-deretannya

Pangkur-Ngawi, 07 Juni 2024 M / 29 Dzulqa’idah 1445 H Pukul 13.26 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Minggu, 09 Juni 2024

Balada Guru Penggerak - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Menuntut Ilmu menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits

Dalam Islam, menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban yang patut dilakukan oleh setiap muslim/muslimah sejak lahir. Kewajiban dan pentingnya menuntut ilmu dijelaskan dalam sejumlah hadits.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan ilmu adalah pengetahuan tentang bidang yang disusun secara sistematis dengan metode tertentu untuk menjelaskan suatu gejala di bidang pengetahuan.

Dalam Islam, ilmu yang dimaksud tidak terbatas pada ilmu agama, bisa juga pengetahuan umum seperti sains, budaya, dan teknologi. Firman Allah dalam QS Surat Al-Mujadalah 58:11 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: "Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Bagi umat Muslimin/Muslimat, kewajiban, manfaat, dan hikmah menuntut ilmu banyak dijelaskan dalam hadits, di antaranya :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (Hadits Riwayat Ibnu Majah nomor 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir nomor 3913).

Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda:
تَعَلَّمُوْاوَعَلِّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ ( رَواهُ الطَّبْرَانِيْ)

"Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu. (Hadits Riwayat Thabrani).

Sebagai penuntut ilmu, setiap kita wajib menghormati guru-guru yang telah memberikan ilmu kepada kita. Sebaliknya, sebagai guru (ustadz/ustadzah), guru ASN maupun guru P3K, guru penggerak dan guru biasa, kita berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi para penuntut ilmu agar ilmu yang kita berikan menjadi berkah, bermashlahah, dan bermanfaat bagi mereka.

Belajar Mengambil Sudut Pandang dari Guru Penggerak

Guru Penggerak adalah pemimpin dalam proses belajar-mengajar yang membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa secara menyeluruh, aktif, dan proaktif, ia juga memotivasi guru lain untuk menerapkan pendekatan belajar yang berfokus pada siswa dan menjadi contoh dan agen perubahan dalam ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil siswa Pancasila yang ideal.

Tidak semua guru bisa jadi guru penggerak. Tidak semua guru ASN bisa jadi guru penggerak. Jika akhir-akhir ini posisi guru penggerak, kita mesti belajar mengambil sudut pandang dari guru penggerak. Terkait dengan kesastraan, kita bisa mengambil keakuan sebagai muhasabah sebagai guru penggerak. Jika kita adalah guru biasa, kita bisa membayangkan sebagai guru penggerak.

Bagi yang jadi guru penggerak, berlapang dadalah manakala ada sejumlah masalah yang lagi Anda hadapi.

Dari Ironi ke Sarkasme

Satire (bahasa Latin : 'satura') berarti sindiran atau kecaman. Puisi satire adalah puisi yang bertujuan untuk menyindir atau mengecam tentang sesuatu yang dianggap tidak wajar, tidak benar, tidak tepat, dan sebagainya. Puisi ini menggunakan gaya bahasa ironi, parodi, atau sarkasme. Majas ironi adalah gaya bahasa yang melukiskan suatu maksud dengan mengatakan kebalikan dari keadaan yang sebenarnya dengan tujuan menyindir. Majas Parodi adalah gaya bahasa yang melukiskan subjek dalam bentuk plesetan, lelucon, dan atau olokan bahkan sampai level hiperbolik. Sedangkan majas sarkasme adalah gaya bahasa yang menerapkan ejekan bahkan sampai menyakitkan hati (kepahitan dan atau kegetiran yang tidak enak didengar).

Alasan orang suka menyindir, di antaranya menjatuhkan mental seseorang, mengingatkan agar kembali ke jalan yang lurus, menyadarkan agar ada kepedulian. Ada juga yang beralasan enggan mengungkapkan hal secara terbuka, dengan cara menggunakan majas personifikasi, hiperbola, asosiasi, dan sebagainya.

Selain menyindir, merundung secara verbal mencakup mengolok-olok, menghina, dan mengancam. Contoh ungkapan menyindir : “Orang yang mementingkan diri sendiri, ialah orang yang bisa membangkitkan kebencian, membangun kejengkelan, bertindak kejam, dan tidak pernah mau mengerti.”

Peribahasa Beraroma Menyindir

Peribahasa pun bisa dipergunakan untuk menyindir, namanya peribahasa sindiran halus. Peribahasa ini terdengar menyakitkan dan dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa kesal kepada orang bermuka dua. Peribahasa tersebut dapat digunakan untuk menyadarkan seseorang agar bisa memperbaiki sikapnya. Misalnya : “Musang berbulu ayam adalah musuh dalam selimut. Saat habis manis sepah dibuang, air susu pun dibalas dengan air tuba.”

Menyindir pun bisa kita buat dalam bentuk puisi, namanya puisi satire. Misalnya intensitas penggunaan ponsel yang begitu tinggi, bisa kita buat sindiran. Minimal menyindir untuk diri sendiri.

Dan Inilah Puisi Satire

Dengan mengubah sudut pandang, jadilah puisi dengan menggunakan majas personifikasi. Ponsel kita buat berbicara sendiri sebagai kata ganti orang pertama (pronomina pertama), sebagai berikut.

Contoh 1

Akulah Ponsel

Tua muda, laki-laki perempuan
Dewasa anak-anak, kaya miskin
Kalian tak pernah lepas dariku
Dan aku setia menemani kalian

Di beranda, di kamar tidur
Di rumah, di tempat wisata
Bahkan kemanapun kalian bawa aku
Dan aku setia melayani kalian

Kalian sampaikan pesan tertulis
Gambar, video, dokumen, maupun tautan
Untuk menyita perhatian teman-teman
Aku pun bersedia menyampaikan

Kalau pulsa menipis atau paketan habis
Segera saja kalian menghubungi konter
Untuk kalian tambahkan seberapa cukup
Agar tak ketinggalan informasi

Begitu asyik denganku
Sampai kalian lupa bahwa aku low batt
Kelaparan energi listrik parah
Buru-buru kalian cas untuk beberapa saat

Aplikasi apa saja kalian unduh
Tentu sesuai dengan kebutuhan
Bahkan sampai kapasitas mencapai batas
Yang membuat aku lambat melaksanakan tugas

Banyak grup yang kalian ikuti

Banyak pesan yang tak bisa kalian tanggapi
Cukup kalian skrol ke bawah
Seolah-olah kalian membaca satu persatu

Kalian tak termasuk anggota yang aktif
Kalian cukup monitor
Meski adakalanya di grup jadi sepi
Dan kalian biarkan kesunyian nyata adanya

Ada juga sejumlah teman yang aktif
Masing-masing saling menanggapi
Tak pedulikan teman-teman lain
Percakapan hanya terjadi tiga empat orang

Aku lahir dari beragam pabrikan
Juga dari tahun yang berbeda
Setiap saat sedia melayani kalian
Kalian pun sangat menyayangi keberadaanku

Antahberantah, 20240531.14451123.11.16

Contoh 2

Katamu

Katamu
penggerak itu
pribadi yang melihat kesulitan sebagai tantangan
yang akan mendorong dirinya menjadi pribadi yang lebih baik
tetapi adakalanya
kau malah kehilangan daya dorong
dan sangat membutuhkan dorongan

Katamu
penggerak itu
melihat peserta didik yang tertinggal di kelas
sebagai kesempatan untuk mengasah kapabilitasnya
tetapi adakalanya
kau begitu mudah meloloskan mereka yang terindikasi tinggal di kelas
dan tidak ingin merepotkan tugas-tugas lain yang belum kau selesaikan

Katamu
penggerak itu
yakin bahwa dengan teman-teman sejawat lain
yang lambat melakukan perubahan bisa bangkit dan bergegas mengubah paradigma
tetapi adakalanya
kau malah putus asa dan menjauhi mereka
yang tidak mengerti atau tidak mau melakukan perubahan
sebagai perintang yang menghambat kemajuan diri sendiri

Katamu
penggerak itu
pribadi yang menyadari bahwa waktu yang tersedia
untuk belajar bersama teman-teman sejawat
berkordinasi dan berkolaborasi dalam kancah untuk maju bersama
menemukan inovasi dan mengembangkan secara berkelanjutan
tanpa teman-teman sejawatmu kegiatan apapun takkan membawa hasil
tetapi adakalanya
kau asyik dengan kesibukan dirimu sendiri
dan tidak ingin diganggu oleh aktivitas lain yang kau anggap remeh-temeh
beribu alasan kau kemukakan sekedar menghindari tugas yang jauh dari portofolio

Katamu
penggerak itu
pribadi yang menyadari bahwa kegagalan adalah keharusan bukan keniscayaan
sebab kalau tidak ada kegagalan artinya tidak pernah mencoba hal baru.
kegagalan adalah bagian dari pembelajaran
menjadi penggerak, mendorong teman sejawat
untuk melakukan hal-hal yang berbeda
hal-hal yang mungkin gagal tetap perlu dicoba
tetapi adakalanya
kegagalan kau anggap sebagai hal yang tidak perlu diselesaikan
membiarkannya berlalu begitu saja dan menguap ditelah waktu dan musim

Katamu
penggerak itu
pribadi yang secara otentik mau berbagi ilmu
dan berani tampil di depan teman-teman sejawat
melalui beragam media sosial
untuk menunjukkan ‘saya belajar apa hari ini’
hal ini bertujuan agar teman sejawat lain menyadari
bahwa sebenarnya profil yang melekat pada pribadi
adalah program yang harus diaplikasikan dari guru dan untuk guru
ada kesadaran untuk mengembangkan potensi peserta didik secara merata
tetapi adakalanya
kau malah sibuk dengan acara seremonial yang penuh dengan iming-iming sertifikat
untuk mencapai target menggapai poin-poin profesional dan abai terhadap pembelajaran

Katamu
penggerak itu
pribadi yang menyadari
bahwa kompetensi para peserta didik itu berbeda satu sama lain
dan juga teman-teman sejawat di sekitarmu
tetapi adakalanya
kau sangat mengeluh tak tersedianya waktu untuk melayani mereka satu persatu
dan sangat menghambat penyelesaian tugas-tugas rutinmu yang tak pernah kunjung rampung

Antahberantah, 20240531.14451123.12.52

Inspirasi dari https://edukasi.kompas.com/read/2021/04/04/211044971/mendikbud-nadiem-7-ciri-yang-harus-dimiliki-guru-penggerak.

Contoh 3

Haruskah Kalian Bedakan
[Dari Guru Biasa]

Dulu,
profesi guru adalah satu untuk semua
kini,
Program Guru Penggerak telah memisahkan
Guru penggerak dan kami guru biasa-sa

Tak sadarkah kalian
Bahwa program ini berdampak signifikan
pada nasib dan masa depan para guru
menimbulkan ketidakadilan dalam perlakuan.
Guru Penggerak kalian perlakukan begitu istimewa memperoleh prioritas utama
Kalian beri banyak dana untuk menempuh jenjang karier
dan prospek untuk kalian promosikan menjadi kepala sekolah
Sebaliknya
kami tak memperoleh perhatian, terpinggirkan dan kurang dihargai
Bahkan tak ada peluang untuk berkembang,
kalian anggap kami tak berkompetensi yang mumpuni
yang sebenarnya kami juga berkontribusi besar dalam dunia pendidikan.

Tak sadarkah kalian
Bagaimanapun kami butuh dorongan moral dan semangat
karena tak ada penghargaan terhadap kerja keras kami
kami kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik
perpecahan ini berimbas pada kualitas pendidikan dan pengajaran.
dan akhirnya pada prestasi siswa.

Kalian mesti mencari dan menemukan solusi
untuk menciptakan sistem
yang memberikan kesempatan pengembangan karier yang sama bagi kami
tanpa memandang status sebagai Guru Penggerak atau guru biasa
yang memberikan penghargaan dan insentif yang adil
berdasarkan prestasi dan dedikasi, bukan hanya pada status atau gelar.
Yang menyediakan pelatihan dan program pengembangan kompetensi
yang dapat kami akses untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan kami
yang mendorong dialog terbuka bagi kami
untuk memahami perbedaan pandangan dan mencari solusi bersama
yang dapat kami terima

langkah-langkah inilah
yang dapat meredam perpecahan
agar kami bisa kembali bersatu untuk mencapai tujuan yang sama
meningkatkan kualitas pendidikan di negeri tercinta ini

Antahberantah, 20240531.14451123.12.38
Inspirasi dari https://www.panjinasional.net/pendidikan/81406637/ini-masalah-serius-adanya-guru-penggerak-dan-guru-biasa-di-era-kementerian-pendidikan?page=2
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6476158/20-hadits-tentang-menuntut-ilmu-pahalanya-seperti-orang-yang-haji-sempurna

Demikianlah cara kita membuat puisi satire. Semoga bisa kita terapkan secara produktif dengan mempertimbangkan bahwa substansi yang ada dalam puisi bisa membangun pemahaman yang positif dan atau mengubah pandangan yang dulu negatif, yang dulu stagnan dalam pola pikir menjadi pribadi yang berkemajuan, tahan banting, dan bisa beradaptasi di era yang penuh dinamika ini.

Semoga pula guru penggerak dan guru biasa bisa mengembangkan (puisi) balada sesuai dengan kompetensi masing-masing. Dan yang tidak kalah penting, mari kita kembali ke jalan yang lurus, kita niatkan secara istiqamah ikhlas untuk beribadah kepada Allah dengan membimbing para peserta didik agar mereka tumbuh dan berkembang segala ragam kecerdasannya sebagai bekal hidup di masa mendatang.

Selamat mencoba.
Nashrun min Allaah wa fathun qariib.

Pangkur-Ngawi, 31 Mei 2024 M / 23 Dzulqa’idah 1445 H pukul 06.43 WIB
*) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share:

Rabu, 05 Juni 2024

Diam Itu Emas, tetapi Kebusukan Tidak Bisa Dibiarkan - Esai Kusfandiari MM Abu Nidhat


Analogi Berburuk Sangka

Dalam QS Al-Hujurat ayat 12, Allah berfirman :
Yā ayyuhallażīna āmanujtanibụ kaṡīram minaẓ-ẓanni inna ba'ḍaẓ-ẓanni iṡmuw wa lā tajassasụ wa lā yagtab ba'ḍukum ba'ḍā, a yuḥibbu aḥadukum ay ya`kula laḥma akhīhi maitan fa karihtumụh, wattaqullāh, innallāha tawwābur raḥīm ۝١٢

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Ada sejumlah hal yang bisa kita petik dari ayat ini, yaitu :
  1. Pertama, panggilan hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman
  2. Kedua, agar setiap kita menjauhi purba sangka
  3. Ketiga, purba sangka adalah berdosa
  4. Keempat, setiap kita tidak boleh mencari-cari keburukan orang
  5. Kelima, setiap kita tidak boleh saling menggunjingkan
  6. Keenam, berburuk sangka dianalogikan sebagai orang yang memakan bangkai saudaranya, yang memberikan gambaran agar setiap kita merasa jijik
  7. Ketujuh, agar kita selalu bertakwa kepada Allah
  8. Kedelapan, Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang

Di era modern analogi yang disebutkan dalam butir 6 (orang yang memakan bangkai saudaranya) disebut predator. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), predator berarti hewan yang hidupnya dari memangsa hewan lain atau hewan pemangsa hewan lain. Contoh predator adalah biawak, buaya, buaya, camar, capung, elang, harimau, hiu, komodo, laba-laba, rajawali, singa, dan ular. Secara umum, sesuai habitat masing-masing, hewan-hewan ini termasuk karnivora yaitu hewan pemakan daging.

Secara analogi atau kiasan, predator berarti pemangsa, seseorang yang memiliki sifat buas atau ganas, yang suka menindas orang lain. Pengghibah termasuk salah satu dari predator. Dengan mengghibah, ia telah membunuh karakter orang yang dighibah. . tanpa konteks ataupun sistematis, pengghibah mereduksi atau menghancurkan reputasi seseorang.

Ruang privacy atau auratnya dibongkar, tentu dibicarakan dengan orang-orang yang sebagian besarnya tidak berkepentingan. Membunuh karakter berarti membuat orang yang dighibah menjadi tidak berdaya, tidak bisa melakukan pembelaan kehormatan diri. Keburukan yang belum tentu melekat pada dirinya terlanjur menyebar dan ia akan mengalami kesulitan untuk melakukan konfirmasi (meluruskan kepada hal yang sebenarnya). Kalau pun berusaha melakukan konfirmasi, ia akan mengalami kesulitan untuk menyampaikan kepada pihak-pihak yang menerima ghibah.

Berghibah Sama Halnya Berbuat Dosa

Oleh sebab itu, berghibah atau mengghibah termasuk perbuatan dosa.

Hadist riwayat Muslim dan at-Tirmidzi sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, “Suatu ketika ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah. Apakah ghibah itu?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai.’

Beliau kembali ditanya, ‘Apa pendapatmu jika apa yang aku katakan itu ada pada saudaraku?’ Beliau menjawab, ‘Jika apa yang kamu katakan ada padanya, maka sesungguhnya kamu telah mengghibahnya (mengumpatnya). Dan jika tidak ada padanya, maka sungguh kamu telah memfitnahnya.”

Dari hadits ini kita menemukan deskripsi ghibah, sebagaimana hadits-hadits lain, Rasulullah SAW senantiasa menyampaikan deskripsi dan bukan definisi. Hadits ini memberikan gambaran yang jelas bahwa ghibah itu “dzikruka akhaaka bimaa yakrahu” maksudnya “kau (mufrad bukan jamak) mengingat (menyebutkan) saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya”. Tampak bahwa kata “yakrahu” sebagai fi’il mudhari dari “karaha” (benci, tidak suka). Klausa “bimaa yakrahu” dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang dengan menyebutkan segala sesuatu mengenai diri seseorang membuat seseorang tidak menyukainya.

Ada orang yang tidak suka dengan ghibah tentang kebaikan-kebaikannya. Tentu semua atau setiap kita tidak menyukai orang-orang yang berghibah tentan keburukan-keburukan kita, apalagi keburukan-keburukan yang diuraikan itu tidak semua merupakan fakta.

Jika ghibah benar-benar terjadi, tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan perseteruan atau perpecahan dalam pergaulan. Jika tidak dapat dikendalikan, pada gilirannya akan timbul upaya saling serang hingga membangkikkan suasana benci dan curiga.

Jika diteruskan, timbullah suasana yang tidak kondusif atau tidak harmonis. Oleh sebab itu, mari kita usahakan untuk tidak membiasakan diri berghibah agar terjalin ukhuwwah islamiyyah. Sebagai golongan orang-orang yang beriman, sudah semestinya kita berusaha menjaga kasih sayang yang selama ini terjalin.

Jika seseorang terbukti melakukan perbuatan yang buruk, kita tidak terburu-buru menghakiminya dengan mengghibah. Masih ada cara untuk memberi nasihat secara halus dan langsung. Jika seseorang melakukan kejahatan, ghibah bukan solusi untuk menumpas kejahatannya.

Jika ghibah merupakan pembicaraan yang mengada-ada, maka tergolong fitnah yang kategorinya lebih kejam dari pembunuhan. Fitnah yang demikian mencerminkan sifat hasad atau dengki dalam hatinya. Setiap kita pasti memiliki kelemahan atau kekurangan. Oleh sebab itu, dalam pergaulan kita berusaha melakukan sinergi, yakni saling melengkapi dan menunjang. Dengan bersinergi, kita mesti menghargai kelebihan masing-masing untuk membangun peradaban.

Memang ada di antara para ulama ada yang membolehkan ghibah dengan syarat, yaitu jika ghibah tersebut bermanfaat demi kemaslahatan umat yang lebih luas, yakni supaya tetap tegaknya hukum Allah. Sebaliknya jika tidak disampaikan justru malah menyesatkan umat dari hukum yang sebenarnya. Juga ghibah dalam rangka melaporkan kejahatan seseorang kepada yang dianggap mampu meluruskan kejahatan tersebut. Diam itu emas, tetapi kebusukan tidak bisa dibiarkan.

Ikan Busuk Dimulai dari Kepalanya

Seorang filsuf Romawi, Marcus Tullius Cicero, berseru,” Ikan busuk dimulai dari kepalanya. Untuk menghindari membusuknya seluruh tubuh ikan itu, maka kepalanya harus dipotong. Kebusukan itu dimulai dari puncak. Kebusukan itu dimulai dari pemimpin-pemimpin!”

Itulah analogi yang disampaikan oleh Cicero mengingat banyak pemimpin Romawi (kepala dari suatu pemerintahan) yang melakukan tindakan pidana korupsi pada saat itu. Secara fisiologi, kepala ikan yang sudah mati lebih sering mengalami pembusukan terlebih dahulu di banding bagian tubuh lainnya. Oleh sebab itu, agar tidak ikut membusuk, bagian kepala harus segera diamputasi kemudian dibuang. Secara analogi, dalam suatu organisasi (lembaga macam apapun), pemimpin melakukan suatu perbuatan yang tercela (busuk) maka pemimpin itu harus segera diganti karena khawatir akan mencemari atau mempengaruhi bagian tubuh lainnya (bawahan, karyawan, staf, personalia, dan sebagainya).

Sebenarnya, secara empiris ilmiah bahwa membusuknya ikan berawal dari insang dan jeroan (isi perut) karena merupakan sumber dan atau tempat berkembangbiaknya bakteri paling besar pada ikan. Sejumlah spesies bakteri patogen sering ditemukan pada ikan dan produk perikanan antara lain: Vibrio parahaemolyticus dan jenis Vibrio lainnya, Escherichia coli, Aeromonas spp., Salmonella spp., Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, C. perfringens, dan Shigella spp.Dengan demikian insang dan jeroan harus dibuang. Namun, karena posisi insang di kepala, seluruh bagian kepala terkena imbasnya. Meskipun demikian, jangan Anda salahkan analogi tersebut di atas. Juga tidak usah Anda sebut “ikan busuk dimulai dari insang dan jeroannya”.

Analogi lainnya bahwa kita harus menjaga kepala dan isi kepala kita. Kalau pikiran dan perasaan kita baik, maka baiklah perbuatan dan ucapan kita. Namun, kalai pikiran dan perasaan kita buruk, maka buruklah perbuatan dan ucapan kita. Salah satu di antaranya, kita harus berusaha menjaga isi kepala kita agar kita tidak usah ikut-ikutan untuk berghibah atau mengghibah teman kita, teman kita, bahkan pemimpin kita, bahkan pula pemimpin yang busuk.

Jagalah Hati agar Tetap Baik

Rasulullah SAW pernah bersabda,’Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qalbu.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Qalbu inilah pangkal keindahan dan kemuliaan. Kuncinya ada pada bagaimana kita mampu menjaga qalbu tetap baik, tetap cantik dan indah. Imam al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga kelompok, yaitu hati yang sehat (qalbu shahih), hati yang sakit (qalbu maridh), dan hati yang mati (qalbu mayyit). Hati yang sehat berfungsi optimal, yaitu mampu memilah dan melilih setiap rencana atas suatu tindakan. Setiap apa yang kita perbuat benar-benar sudah melewati perhitungan sebagai amal yang shalih. Dengan hati yang sehat, kita dapat mengenal Allah dengan baik.

Hati yang baik sangat jauh dari ujub dan takabbur. Hati yang baik mengarahkan sebagai pribadi yang suka bersyukur, tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu karena ia menyadari bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan dijalan Allah pasti Allah akan mengambilnya jika Allah kehendaki.

Hati yang semakin bersih membuat hidup kita akan selalu diselimuti rasa syukur. Di karuniai apa saja, kendati sedikit, kita tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabbur.

Tatkala dianugerahi Allah berbagai kelebihan, Nabi Sulaiman berseru, “hazza min fadhli rabbi, liyabluwani aasykuru am akfuur (An Naml, 27: 40). (Ini karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmatNya.)

Bagi orang yang hatinya bersih, setiap ujian yang kita terima tetap terasa nikmatnya. Dengan adanya ujian, kita justru benar-benar akan membuat pribadi kita bisa merasakan indahnya hidup ini. Dengan hati yang bersih, kita yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat keimanan dan ketaqwaan kita semakin bermutu dan mengalami peningkatan.

Adanya persoalan menjadikan pribadi kita semakin bertambah ilmu dan sekaligus semakin bertambahlah pahala. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan kita semakin meningkat. Sebagai hamba Allah, hati kita yang terjaga sehat tidak akan pernah resah, kecewa dan berkeluh kesah karena kita menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus kita nikmati dalam hidup ini.

Dengan hati bersih, ditimpa apapun dalam hidup ini, in sya’a Allah, kita tidak pernah akan berguncang walaupun badai datang menerjang. Ibarat karang yang tegak tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati.

Kita mesti yakin dengan janji Allah, seperti yang disebutkan dalam QS Al Baqarah, 2:286 :

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَاۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَࣖ ۝٢٨٦

lâ yukallifullâhu nafsan illâ wus‘ahâ, lahâ mâ kasabat wa ‘alaihâ maktasabat, rabbanâ lâ tu'âkhidznâ in nasînâ au akhtha'nâ, rabbanâ wa lâ taḫmil ‘alainâ ishrang kamâ ḫamaltahû ‘alalladzîna ming qablinâ, rabbanâ wa lâ tuḫammilnâ mâ lâ thâqata lanâ bih, wa‘fu ‘annâ, waghfir lanâ, war-ḫamnâ, anta maulânâ fanshurnâ ‘alal-qaumil-kâfirîn

Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.”

Oleh sebab itu dengan hati yang bersih, kita berusaha menjauhkan diri dari berghibah atau mengghibah. Hal ini mengingat bahwa beban setiap orang menurut kesanggupannya. Sebagai pangkal keindahan dan kemuliaan, kita berusaha menjaga hati tetap bersih, dan hidup kita selalu diselimuti rasa syukur.

Adapun kalau ada seseorang yang patut diduga menyimpang dan atau melakukan perbuatan yang baik, sedapat mungkin kita memberi nasihat kepadanya. Kita berusaha mengingatkan dengan cara sebaik-baiknya. Jangan sampai kita berghibah atau menggibah. Jika tidak mungkin, sebaiknya kita diam. Diam itu emas, tetapi kebusukan tidak bisa dibiarkan.
https://www.kompasiana.com/luqmanfaiq/6004ca18d541df419f6dd168/filosofi-ikan-busuk

Semoga kita sekalian dalam lindungan Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Afwan.

Nashrun min Allah wa fathun qarib.

Ngawi, 09 Ramadhan 1445 H / 19 Maret 2024 M Pukul 08.27 WIB *) Penulis adalah Budayawan/Penasihat GPMB Ngawi bertempat tinggal di Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi dan Pengurus PCM Pangkur
Share: